TANJUNG SELOR – Dalam pesta demokrasi tahun ini, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bulungan Sri Wahyuni, mengajak para pemilih perempuan untuk menolak praktik politik uang.
Berdasarkan hasil studi dan survei Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), 72 persen responden mengaku menerima uang dari peserta pemilu saat pesta demokrasi 2019 lalu. Mayoritas responden tersebut tercatat berjenis kelamin perempuan.
Menurut dia, terdapat sejumlah faktor yang melatarbelakangi fenomena tersebut. Sri kerap memaparkannya pada berbagai forum yang melibatkan para pemilih perempuan. Fenomena politik uang dipandang membutuhkan perhatian serius. Selain menciderai demokrasi, praktik tersebut harus dipahami menyimpan sanksi yang berat.
“Ada sanksi bagi pemberi maupun penerima dalam praktik itu (politik uang),” jelasnya, belum lama ini.
Dia juga menegaskan, pelaku politik uang bisa dijerat Undang-Undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Pada pasal 523 dengan jelas dipaparkan tiga kategori sanksi pidana. Pelaku praktik politik uang yang ditujukan pada peserta kampanye diancam pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Selanjutnya, pelaku praktik politik uang pada masa tenang diancam pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta. Kemudian, pelaku praktik politik uang pada hari pemungutan suara diancam pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.
Berkenaan hal tersebut, dia mengajak seluruh pemilih perempuan yang ada di Bulungan untuk menolak praktik politik uang. Penting bagi perempuan ambil andil dalam menjaga demokrasi yang sehat, berkualitas dan berintegritas. (kn-2)