Bermula dari kesadaran kalau kebiasaan sehari-hari tak ramah lingkungan, Rengkuh Banyu Mahandaru berkeliling ke banyak daerah dan berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat. Dari sana, lahir ide yang kemudian dia eksekusi dan kini jadi produk ekspor: limbah pelepah pinang menjadi kemasan makanan.
HILMI SETIAWAN, Kab Tangerang
KESADARAN itu perlahan muncul kala Rengkuh Banyu Mahandaru menghabiskan waktu di depan laptop untuk mengerjakan desain kursi, kemasan sabun, sampai motor. Jangan-jangan kebiasaan memesan makanan lewat aplikasi yang dia lakukan selama ini turut merusak lingkungan karena menambah sampah plastik.
“Sekarang bayangkan pesan pecel ayam. Nasinya, ayamnya, lalapannya, sampai sambalnya dibungkus plastik masing-masing,” kata Rengkuh di kampus Universitas Multimedia Nusantara, Serpong, Kabupaten Tangerang, pada akhir September (25/9).
Belum lagi makanan yang dikemas menggunakan styrofoam. Padahal, dari data yang dia temukan, pada 2018 terdapat 600 juta kemasan styrofoam atau plastik di Jakarta dan sekitarnya saja.
Kesadaran itu mendorong Rengkuh mengubah pola hidup. Dari berkutat di depan laptop sepanjang pekan dan party setiap akhir pekan menjadi berkeliling ke sejumlah daerah untuk berinteraksi dengan berbagai kelompok masyarakat.
Alumnus ITB itu belanja masalah lingkungan. Mulai kebakaran hutan, problem petani di berbagai daerah, hingga konflik manusia dengan harimau.
Dari sana, dia akhirnya bisa memetakan bahwa di pedesaan juga ada potensi limbah pertanian. Misalnya, limbah pelepah pisang di Sumatera Selatan dan Jambi.
Dengan modal kemampuan desain yang dia miliki, Rengkuh menemukan ide: mengolah pelepah pohon pinang itu menjadi kemasan makanan pengganti styrofoam.
“Sebenarnya menggunakan bahan alami untuk pembungkus makanan bukan hal baru bagi masyarakat kita,” tuturnya.
Tambahan Penghasilan
Akhirnya Rengkuh bersama tim mengenalkan teknologi kepada warga yang memiliki akses terhadap pohon pinang: teknologi alat pengepresan. Dengan teknologi itu, pelepah pohon pinang diproses sedemikian rupa menjadi berbagai bentuk kemasan makanan. Tekniknya menggunakan alat pres atau cetakan.
Para petani menyambut baik inovasi yang dibawa Rengkuh bersama tim di start-up Plepah itu. Sebab, dari semula pelepah pinang yang tidak ada harganya kini bisa dibanderol Rp 2.000 per kg.
Dengan sistem koperasi, rata-rata para petani bisa mendapatkan tambahan penghasilan Rp 1,5 juta–Rp 3 juta setiap bulan dari pelepah pohon pinang. Saat ini pengolahannya sudah melibatkan 3.176 petani (854 KK).
Rengkuh menambahkan, pada 2018 dirinya sempat menjual produk tersebut ke pasar tradisional. Tapi, terkendala harga jual. “Karena produk sustainable kalau harganya tidak oke, tidak sustainable juga,” paparnya.
Sejak awal dia membangun Plepah tidak seperti start-up lain yang kerap memainkan valuasi dan mengorbankan pendapatan riil. Rengkuh tetap memegang prinsip harga jual produknya harus kompetitif.
Itu dimaksudkan agar finansial usaha rintisan yang dia bangun juga sehat. Dia berprinsip, ketika menerapkan green economy atau ekonomi hijau, cash flow atau alur keuangannya harus hijau alias sehat juga.
Saat ini rata-rata mereka memproduksi 2.000–5.000 kemasan per pekan. Dalam satu gelombang produksi, mereka mampu menyerap 10 sampai 12 ton pelepah pinang dari petani. Rata-rata harga jual produk kemasan ramah lingkungan Plepah sekitar Rp 2.000 per biji.
Saat ini fokus mereka menjual ke luar negeri. Sasarannya Jepang dan Australia. Rengkuh bersyukur harga ekspor cukup tinggi, sekitar Rp 3.500–Rp 5.000 per biji.
“Perhatian masyarakat luar negeri terhadap isu lingkungan, khususnya sampah, sangat besar. Sehingga ketika ada produk kemasan yang ramah lingkungan dan tidak menghasilkan sampah, peminatnya tinggi,” tuturnya.
Rengkuh bersyukur pada 2023 menjadi salah satu pemenang kompetisi Astra Satu untuk kategori lingkungan. Dia sempat dihadapkan dengan tokoh-tokoh seperti Emil Salim, Nila Moeloek, sampai Dian Sastro saat penjurian.
“Lewat penghargaan itu, saya merasa mendapat pengakuan atas inovasi yang memiliki dampak pada kelestarian lingkungan,” katanya. (*/c7/ttg/jpg)