Enjoy Your Symptoms, Band Digawangi Para PhD dan Master dengan Lagu yang Penuh Pesan Filosofis

NUANSA SASTRAWI: Dari kiri, Komo, Didi, Zuhdi, dan Zaki di studio library Enjoy Your Symptoms di Bandung.

Enjoy Your Symptoms menyebut diri mereka band rock alternatif yang menuangkan berbagai gagasan filosofis ke dalam lagu-lagu dengan lirik bernuansa sastrawi. Terpisah di dua kota, para personel berkomitmen bertemu sebulan sekali untuk berkarya.

 

FARID S. MAULANA, Surabaya

 

JIKA Iron Maiden punya Paul Bruce Dickinson yang bergelar doktor musik dari Queen Mary College, London, dan Bad Religion memiliki Greg Graffin yang meraih gelar PhD dalam bidang zoologi dari Cornell University, Indonesia punya Enjoy Your Symptoms (EYS).

Dua personel band rock alternatif yang telah menelurkan satu album itu bergelar PhD alias doktor. Zuhdi, sang vokalis, bergelar S-3 Kajian Budaya Universitas Sanata Dharma. Sementara sang basis, Ahmad Zaki Mubarok, bergelar S-3 Hukum Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati.

Adapun Didi Nov, gitaris, jebolan S-2 Antropologi Universitas Indonesia. Komo, gitaris lainnya, lulusan S-1 UIN Sunan Gunung Djati.

Bahkan, manajemen band pun dipegang seorang doktor, yakni Eko Cahyono, S-3 Sosiologi Pedesaan Institut Pertanian Bogor. Ical dan Ojan yang membantu di drum dan sound engineer juga jebolan S-1 UIN Sunan Gunung Djati.

Baca Juga  Ke Kapal Riset OceanXplorer saat Bersandar di Jakarta, Kolaborasi dengan James Cameron agar Video Sebagus Film Hollywood

Gagasan Filosofis

Dengan latar belakang akademik yang kuat seperti itu, tak heran kalau EYS menyebut diri mereka band rock alternatif yang menuangkan berbagai gagasan filosofis ke dalam lagu-lagu dengan lirik bernuansa sastrawi. Bahkan, nama band saja mereka pinjam dari judul karya filsuf dan pakar teori budaya Slovenia Slavoj Zizek.

Pesan filosofis yang dibungkus nuansa sastrawi itu, misalnya, bisa disimak di Capitalocene, salah satu single di album pertama mereka yang sekaligus menjadi judul album pertama. Di lagu tentang peran kapital dalam kerusakan alam tersebut, EYS menulis, di antaranya, ”Hutan, gunung, sungai, pemukiman//Menggigil kerontang, tersedak kehausan//ratap tangis, erang kerentanan…”

“Kami membuat lirik yang sarat dengan nuansa filosofis itu untuk mengimbangi lirik-lirik ’biasa’ yang banyak mengisi pasar musik Indonesia sekarang,” terang Didi Nov ketika dihubungi Jawa Pos dari Surabaya, Sabtu (16/11) lalu.

Contoh lainnya Dasein. Konsep lagu tersebut terinspirasi dari Martin Heidegger, seorang filsuf dari Jerman. Gagasan-gagasan Heidegger, selain seputar fenomenologi, banyak berkaitan dengan eksistensialisme, dekonstruksi, hermeneutika, serta pascamodernisme.

“Menurut kami, tetap harus ada band yang memuat lirik-lirik berstandar pada konsep-konsep,” tambah Didi yang juga seorang CEO sebuah perusahaan farmasi di Bandung.

Baca Juga  Ayam Cemani yang Dikenal Langka dan Mahal

Di album pertama, EYS juga menggandeng M. Faizi, kiai dari Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, Jawa Timur. Ada dua lagu yang mereka kolaborasikan dengan kiai sekaligus penyair dan esais tersebut: Meditasi dan Salimna (Free Palestine).

Teman Nongkrong

Menurut Didi, soal gelar akademik sebenarnya bukan sesuatu yang disengaja. Mereka awalnya teman nongkrong sejak awal kuliah pada 2000-an di Bandung dan kerap bertemu di berbagai festival atau saat latihan dengan band masing-masing.

“Kami banyak berdiskusi soal isu mental health yang terjadi saat Covid-19,” terangnya.

Saat itu, banyak orang, termasuk personel EYS, yang mengalami situasi krisis. Diskusi pun akhirnya meruncing pada titik bagaimana melangkah pascakrisis.

“Lalu muncul gagasan yang terkait dengan Enjoy Your Symptoms karya Zizek. Nikmati saja symptoms (gejala-gejalanya)-nya, terima kondisi, lalu melangkah maju,”’ jelasnya.

Pilihan pada rock alternatif diambil sebagai benang merah dari preferensi musik personel masing-masing. Alur pengkreasian karya mereka sama dengan band-band lain. Kadang dari musik dulu, dikonsep, baru lirik atau sebaliknya.

Baca Juga  Setelah Juara di Asia Tenggara, Mimpi Timnas Futsal Target Tembus Final Piala Asia 2026 di Kandang Sendiri

“Bedanya, kadang kami kumpul tidak masuk studio. Hanya diskusi dan ngobrol,” bebernya, lantas tertawa.

Keempat personel EYS sekarang terpisah di Bandung dan Jogjakarta. Zuhdi seorang seniman pertunjukan di Jogjakarta. Sementara Didi, Zaki, dan Komo tinggal di Bandung. Zaki menjadi kepala KUA (Kantor Urusan Agama) Cicendo dan Komo berwirausaha.

Keterpisahan jarak itu otomatis memerlukan komitmen bermusik. Agar bisa terus berkarya, ada penyesuaian waktu latihan.

“Kami komitmen kumpul sebulan sekali, jadi seperti workshop tiga hari. Kami juga diuntungkan karena punya studio library sendiri di Bandung,” tutur Didi.

Ketika ada jadwal manggung, studio sekaligus perpustakaan mereka di Bandung juga jadi titik kumpul. Dengan komitmen seperti itu pula album kedua mulai mereka garap akhir November ini.

Seperti di album pertama dengan pokok pesan soal kesehatan mental, Didi dkk, sebagaimana juga tertulis di bio akun YouTube EYS, berharap lagu-lagu mereka bisa memberikan motivasi ke semua orang. “Selalu berpegangan ke kata hati dan tetap semangat menjalani hidup yang tak selalu mudah ini,” katanya. (*/c19/ttg/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini