Sekitar satu tahun lalu, Raden Soehardi Adimaryono meninggal dunia. Pameran Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001 berupaya membuka perjalanan hidup pelukis yang akrab disapa Hardi itu. Karyanya yang identik dengan kritik terhadap penguasa dipajang di Galeri Nasional hingga 26 Januari mendatang.
LUKISAN berjudul Sang Presiden 2001seperti menjadi primadona dalam pameran bertajuk Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001 tribute untuk Hardi (1951-2023). Lukisan itu ditempatkan di selasar utama. Digelar karpet merah untuk menujunya.
Lewat karpet merah tersebut, pengunjung pameran bakal merasakan atmosfer menjadi seorang presiden. Walaupun hanya sesaat dan presiden-presidenan. Lukisan bertulisan PRESIDEN R.I.TH 2001 SUHARDI itu menggambarkan sosok seorang presiden. Lengkap dengan seragam dan beragam pernak-pernik kepangkatan di dada bagian kiri.
Pengunjung juga disambut beberapa lukisan yang kental nuansa kritik di ruang pertama pameran itu. Di ruangan lain, lukisan bernada kritik semakin banyak. Di antaranya, lukisan berjudul Koruptor Go to Hell yang menggambarkan kasus korupsi di tanah air.
Kemudian, ada sepasang lukisan berjudul Jas Kekuasaan dan Jas Kebesaran. Sekilas wujud lukisan tersebut mencerminkan foto resmi presiden. Tetapi, wajahnya diwujudkan seperti badut. Lukisan kritis lainnya berjudul Politisi Haus Kekuasaan.
Pameran yang menghadirkan karya-karya bernada kritik itu seolah menjadi penanda bahwa karya kritis tetap mendapat tempat. Karya kritis tetap bisa dipajang di Galeri Nasional yang berpindah pengelolaan dari Kemendikbudristek ke Kementerian Kebudayaan.
Pameran tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zno. Dia didampingi Giring Ganesha, wakil menteri kebudayaan yang juga mantan vokalis Nidji. Turut hadir dalam pembukaan itu adalah anak ketiga Hardi yang bernama Jibril Fitra Erlangga dan Dio Pamola C. selaku kurator.
Fadli Zon mengatakan, Hardi melukis dengan semangat rohani spiritualitas yang tinggi. Hardi juga pesilat Bangau Putih. Dia pun melakukan inovasi-inovasi seni lainnya. Misalnya, di bidang fashion atau busana.
Pameran Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001 menampilkan banyak karya lukis beraroma kritik. Namun, karya seperti itu masih bisa dipajang di Galeri Nasional. Fadli Zon mengatakan, selama ini Galeri Nasional selalu terbuka. Dia hanya mengingatkan dalam sebuah pameran ada otoritas bersama, yaitu antara perupa, kurator, dan galeri. Dia mengatakan, batasan-batasan atau limitasi tentu ada.
“(Batasan, Red) bukan soal kritik. Saya kira kritik terhadap apa pun, situasi, dan keadaan sangat terbuka dan boleh,” kata Fadli Zon.
Semuanya bergantung pada kurator dan Dewan Kurator yang akan dibentuk di Galeri Nasional. “Saya kenal Mas Hardi hampir 20 tahun yang lalu,” kata Fadli Zon. Mereka bersama-sama sempat membuat acara kebudayaan memperingati 60 tahun usia Hardi. Dia mengakui bahwa Hardi adalah sosok yang kritis.
“Hardi tidak cocok jadi politisi. Karena begitu lugas dan tanpa tedeng aling-aling mengkritik sesuatu,” kata Fadli Zon.
Dia mengaku sempat bertemu Hardi saat ”Sang Presiden 2001” itu terbaring sakit. Fadli pun merasakan kehilangan ketika Hardi meninggal dunia. Baginya, Hardi adalah sosok penting. Bahkan, maestro Affandi pernah menyebut Hardi adalah salah satu pelukis terbaik di Indonesia.
Total Pamerkan 78 Karya
Sebanyak 78 karya dipamerkan. Perinciannya, 69 lukisan dan sketsa, 5 jangker, 4 keris, dan sejumlah arsip pribadi Hardi.
Dio Pamola selaku kurator mengatakan, publik perlu menghargai tokoh bangsa dan pejuang seni budaya. Dia juga menyampaikan proses kurator berlangsung cepat. “Ini kehormatan dan kesempatan emas kembali mengenang Hardi dengan segala perjalanannya,” katanya.
Jibril Fitra Erlangga mewakili keluarga Hardi menyampaikan apresiasi. Sebab, pameran Hardi kali ini luar biasa megah meski disiapkan dadakan. “Pak Hardi di atas sana melihat pameran ini dengan bangga sekali,” tuturnya. (wan/c6/kkn/jpg)