Tekuni Horse Riding Melatih Mental, Bonding, dan Adrenalin ketika Berkuda

QUALITY TIME: Franklin Wibisono (kanan) bersama adik-adiknya, Gwennia Wibisono dan Roben Wibisono, setelah latihan berkuda di Pandesa Riding School, kawasan Lidah Wetan, Surabaya, Kamis (2/1).  

Berkuda bukan sekadar hobi baru yang sedang ngetren. Ada keunikan dalam olahraga ini yang mencakup interaksi antara manusia dan hewan, tantangan untuk bonding, dan adrenalin saat melaju di arena. Jika ditekuni, bisa membuka jalan menuju prestasi.

DENGAN dedikasi, latihan tanpa henti, dan cinta yang terus tumbuh pada kuda, banyak orang akhirnya menemukan diri mereka berada di panggung kompetisi sebagai atlet berkuda nasional. Misalnya, tiga bersaudara Wibisono berikut. Mulanya, Franklin Wibisono, 21; Gwennia Wibisono,18; dan Roben Wibisono, 16, penasaran mencoba.

“Kami punya satu kakak lagi. Dia yang mengajak kami belajar berkuda bareng. Waktu itu (latihannya) di Kenjeran, terus kakak kuliah ke luar negeri,” ujar Gwen saat ditemui di Pandesa Riding School pekan lalu (2/1).

Saat itu Gwen masih berusia 10 tahun, Frank 13 tahun, sedangkan si bungsu Roben yang baru berusia 8 tahun belum menunjukkan minatnya pada berkuda. Tak disangka, Gwen maupun Frank menunjukkan hasil yang bagus. Dengan cepat, mereka menguasai teknik-teknik berkuda.

Baca Juga  Cerita Tukang Reparasi Arloji di Jatinegara, Deg-degan Servis Jam Tangan Mewah

“Tidak mudah menaklukkan kuda, tapi justru itu yang membuat saya tertantang,” sahut Frank.

Frank bahkan mencatat dirinya telah jatuh 33 kali saat berkuda. Alih-alih trauma, dia justru ingin sebanyak-banyaknya mengenal karakter berbagai jenis kuda lain. “Jatuh adalah bagian dari belajar. Yang penting, peralatan lengkap untuk mencegah cedera serius,” imbuh mahasiswa Boston University, AS, itu.

Dia tidak menampik ada rasa takut meski telah sering berkuda. Namun, dalam berkuda, mental rider berperan penting. Kuda dapat merasakan saat penunggangnya takut atau kesulitan mengendalikannya.

“Sebetulnya berkuda itu olahraga yang semua bisa jika mau belajar. Pokoknya percaya sama pelatih, percaya sama kudanya, dan percaya dengan kemampuan kita,” lanjutnya.

Baca Juga  Muhammad Reza Cordova, Profesor Riset Termuda di BRIN yang Fokus pada Mikroplastik di Laut

Masing-masing memiliki cara tersendiri untuk bonding dengan kuda. Frank yang sempat magang di stable di Normandia belajar banyak tentang karakter dan cara beradaptasi dengan berbagai jenis kuda. Terutama kuda jumping.

“Kalau aku karena di dressage, kuda dressage lebih kalem daripada kuda jumping, jadi bonding kita itu ya pas melakukan semua gerakan. Harus naik dulu, baru bisa mengenal karakternya, paling sama quality time aja,” timpal Gwen.

Beberapa bulan belajar, keduanya sudah turun ke area perlombaan dan selalu naik podium. Sementara itu, Roben baru serius menekuni berkuda dalam tiga tahun terakhir. Tak kalah dengan kedua kakaknya, dia membuktikan kemampuannya dengan lolos seleksi Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Timur dan menargetkan kejuaraan nasional (kejurnas).

Baca Juga  Sutejo Sukses Bertanam Uwi Jumbo, Bibit Ditempatkan di Area Lembab, Media Tanam Dicampur Sekam

“Saya suka menghabiskan waktu dengan kuda, mengajaknya jalan-jalan, dan merawatnya. Dari situ saya berpikir, kenapa tidak menekuni olahraga ini juga?” kata Ben, sapaan akrabnya.

Hampir setiap hari mereka berlatih meski tidak ada jadwal kompetisi. Pagi sebelum bersekolah dan sore hari. Meski kini ketiganya terpisah jarak, mereka tetap disiplin berlatih berkuda. Frank yang berada jauh di Boston, AS, beberapa kali mengikuti ajang berkuda di kampusnya.

Gwen yang berkuliah di Universitas Indonesia bahkan membawa serta kudanya bersamanya. Dia menargetkan PON 2025 setelah urung mengikuti PON Aceh-Sumut tahun lalu. Sementara itu, Ben rutin berlatih dan turut mengelola sekolah berkuda Pandesa Riding School. (lai/c7/nor/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini