Kabar baik datang untuk pecinta sepak bola Indonesia. Komisi X DPR RI pada Senin (3/2) lalu telah menyetujui permohonan pemberian kewarganegaraan Republik Indonesia (RI) kepada tiga atlet sepak bola keturunan yang berpotensi memperkuat Timnas Indonesia.
KETIGA pemain yang dimaksud adalah Tim Geypens (Emmen FC), Dion Markx (NEC Nijmegen U-21), dan Ole Romeny (Oxford United). Keputusan tersebut diumumkan dalam rapat kerja yang berlangsung di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, pada pukul 15.45 WIB.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, yang memimpin rapat tersebut, menyampaikan ketetapan yang menyetujui ketiga atlet sepak bola tersebut menjadi warga negara Indonesia.
“Komisi X DPR RI memutuskan untuk menyetujui permohonan pemberian kewarganegaraan RI dan selamat datang kepada Tim Henri Victor Geypens, Dion Wilhemus Eddy Markx, dan Ole Lennard Ter Haar Romeny,” ujar Hetifah dalam rapat tersebut.
Hadir dalam rapat tersebut beberapa pihak terkait, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo, Ketua Badan Timnas Indonesia Sumardji, dan Exco PSSI Vivin Cahyani. Meskipun sedang berada di Belanda, dua pemain, Tim Geypens dan Dion Markx, mengikuti rapat secara virtual, sedangkan Ole Romeny tidak hadir dengan alasan yang belum diketahui.
Dalam rapat tersebut, Menpora Dito Ariotedjo diminta untuk memberikan penjelasan mengenai permohonan naturalisasi yang diajukan. Dito menyampaikan bahwa permohonan ini diajukan setelah mempertimbangkan profil, karier, kelebihan, dan latar belakang ketiga pemain tersebut. Dia menjelaskan bahwa Timnas Indonesia membutuhkan pemain dengan posisi penyerang, bek tengah, dan bek kiri sesuai dengan posisi yang dikuasai oleh ketiga pemain ini.
“Timnas Indonesia membutuhkan pemain-pemain dengan posisi penyerang, bek tengah, dan bek kiri seperti ketiga pemain yang dimaksud. Mereka dibutuhkan untuk memenuhi target jangka pendek dan jangka panjang sepak bola nasional Indonesia,” kata Menpora Dito Ariotedjo.
Menpora Dito Ariotedjo berharap bahwa kehadiran ketiga pemain keturunan ini dapat membantu meningkatkan prestasi Timnas Indonesia baik di kancah nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga mengharapkan para pemain ini dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat Indonesia dalam hal etika, semangat juang, dan dedikasi kepada negara.
Namun, anggota Komisi X DPR RI juga mengingatkan pentingnya pembinaan sepak bola lokal yang lebih baik. Mereka menekankan bahwa meskipun pemain naturalisasi memiliki potensi yang sangat baik, pengembangan dan pembinaan pemain sepak bola Indonesia harus terus ditingkatkan agar bisa bersaing di level internasional dalam jangka panjang.
Keputusan pemberian kewarganegaraan ini menandakan sebuah langkah besar dalam pengembangan sepak bola Indonesia. Pemain-pemain keturunan seperti Geypens, Markx, dan Romeny diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kualitas permainan Timnas Indonesia. Mereka juga akan membawa pengalaman bermain di liga-liga Eropa yang tentunya bisa meningkatkan level kompetisi sepak bola di Indonesia.
Pemberian kewarganegaraan kepada ketiga pemain ini mendapatkan respons positif dari berbagai kalangan, terutama pecinta sepak bola Indonesia. Banyak yang berharap agar keputusan ini dapat menjadi titik balik dalam upaya Indonesia memperbaiki performa timnas sepak bola di kancah internasional, sekaligus memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk berkarier di dunia sepak bola.
Keputusan “memulangkan” pemain diaspora ke Tanah Air mendapat sorotan dari anggota Komisi XIII DPR Arizal Azis. Menurut dia, naturalisasi pemain yang dilakukan secara besar-besaran akan mematikan semangat dan masa depan anak negeri untuk bermain bola. Maka, PSSI perlu menjaga semangat pemain lokal agar lebih semangat berlatih untuk bisa memiliki peluang dan asa menjadi pemain tim nasional (timnas).
“Kalau naturalisasi pemain ini kita biarkan, saya yakin ke depan anak-anak generasi muda kita tidak ada yang mau bermain bola lagi. Karena, tidak ada yang diharapkan ke depan untuk bisa menjadi pemain besar sebagai pemain nasional,” ujar Arizal Azis saat rapat kerja Komisi XIII DPR dengan Menteri Hukum dan Menpora di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2).
Anggota Fraksi PAN itu mengatakan, Liga yang digelar PSSI mulai dari Liga 1, 2, 3, dan 4, termasuk Piala Soeratin, tidak ada gunanya. Sebab, kompetisi itu tidak memberikan peluang bagi pemain lokal menjadi pemain terbaik agar bisa masuk seleksi tim nasional.
“Saya tidak setuju kalau semua pemain Timnas pakai pemain naturalisasi. Kalau boleh kita bagi 50:50 persen. Kita tidak hanya mengejar rangking FIFA, tetapi kita juga harus membina anak-anak kita, generasi muda kita sehingga sepak bola ini bisa membawa anak-anak kita terhindar dari pergaulan bebas, narkoba,” urai legislator asal daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat (Sumbar) itu.
Sorotan Arizal Azis itu bukan tidak berdasar. Dia juga berkontribusi untuk membangun sepak bola Tanah Air, yakni dengan mendirikan akademi sepak bola di Sumbar. Saat ini Arizal memiliki tiga lapangan akademi sepak bola dengan visi untuk menyelamatkan anak-anak muda agar terhindar dari pergaulan bebas, serta menapung bakat-bakat muda di Sumbar.
“Jadi usulan saya kalau dapat ke depan boleh kita datangkan pemain dari luar negeri, tapi hanya separo atau 50 persen. Selebihnya pemain lokal. Kalau pelatih boleh kita datangkan dari luar. Kalau pemain anak-anak kita semua bisa bermain bola,” tuturnya.
Lebih jauh pemilik klub Josal FC itu mengatakan, satu hal yang harus dibenahi dalam pengelolaan dan perbaikan sepak bola di Indonesia, yakni wasit. “Wasit harus dibenahi karena terlalu banyak mafia-mafia wasit. Harapan kita sebagai warga negara Indonesia dan sekarang diamanahi menjadi angggota DPR RI, tolong dibenahi Komisi Wasit kita,” katanya. (jpg)