Pendakian Terakhir Lilie dan Elsa, ”The Hiking Queen” Mamak Pendaki Mamak Gigi

TUNTASKAN MISI: Elsa (kiri) dan Lilie (dua dari kiri) memasang plakat untuk mengenang Hanafi Tantono yang tutup usia di Carstensz pada September 2024.

Berteman sejak SMP, lalu SMA mulai mendaki bersama. Puluhan tahun kemudian bertemu kembali, pada ulang tahun ke-50, Elsa meminta hadiah hiking bareng teman-teman. Dari situ, pendakian Lilie dan Elsa bermuara ke puncak tertinggi Indonesia, Carstensz Pyramid, hingga akhir hayat.

 

ALAM mengasah pertemanan kami, hutan adalah lantai dansa kami, bersama menari menggapai puncak gunung.” Begitulah Lilie Wijayati Poegiono menggambarkan persahabatannya dengan Elsa Laksono, hiking bestie-nya sejak masa sekolah, dalam sebuah unggahan di Instagram-nya.

Selepas SMA di Malang, Lilie dan Elsa sempat terpisah. Lilie melanjutkan kuliah, kemudian berkarier di perusahaan telekomunikasi. Elsa mengambil kuliah kedokteran gigi di Jakarta dan menjadi dokter gigi. Sekian puluh tahun kemudian, ketika era media sosial mulai marak, bertemulah mereka kembali dan teman-teman lainnya.

Dalam unggahan yang sama, Lilie yang akrab disapa Mamak Pendaki mengisahkan, Elsa-lah yang memantik bara semangat mereka untuk naik gunung muncul lagi. Pada ulang tahunnya yang ke-50, Mamak Gigi –sebutan Elsa– minta hadiah hiking ke Gunung Semeru. Jadilah mereka ke Semeru dengan berbagai drama pendakian.

Tapi, setelahnya dua Mamak pencinta gunung dengan semangat ekstra ini membentuk grup Kura-Kura Gunung (KKG) bersama teman-teman pendaki berusia senior yang mayoritas alumni SMA Katolik Santo Albertus Malang. Dan, dimulailah petualangan mendaki puluhan gunung nan elok di dalam maupun luar negeri. Dari Semeru, Rinjani, Kerinci, Latimojong, Binaiya, Slamet, Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, Arjuno, Welirang, Argopuro, Ciremai, Raung, Lawu, Kinabalu, hingga Everest Base Camp.

Baca Juga  Peringatan 1 Muharram 1446 H, Jatim Raih Muri untuk Pengibaran Bendera Merah Putih Terbanyak di Lingkungan Masjid Al Akbar

Tuntaskan Seven Summits dengan Misi Khusus

Pada 2025 ini, menapak usia 60 tahun, target Lilie menuntaskan satu lagi puncak tertinggi Indonesia, Carstensz Pyramid 4.884 mdpl di Papua Tengah. Di waktu liburnya, perempuan yang merupakan fashion designer itu fokus melatih otot dan technical climbing. Bersama sahabatnya, Elsa dan dua teman lainnya, Ludy dan Saroni, mereka berempat berangkat ke Carstensz.

Selain menyelesaikan ekspedisi tujuh puncak tertinggi, pendakian itu juga mengusung misi istimewa, mengenang sahabat mereka anggota KKG, Hanafi Tantono, yang berpulang di Teras 1 Puncak Carstensz pada September 2024 karena hipotermia dan acute mountain sickness (AMS).

Jumat (28/2) lalu, Lilie dan Elsa telah mencapai Carstensz Pyramid. Mereka juga memasang plakat persahabatan yang didedikasikan untuk Hanafi dengan kalimat indah. “Perjumpaan tidak pernah berakhir, seperti awan menjadi hujan dan kembali. Persatuanmu kekal, dalam kami dan semesta. Sang Khalik telah menyambutmu. Kau wariskan semangat yang kami teruskan.”

Namun, Sabtu (1/3) pagi, kabar duka menyentak. “Jam 06.30 pagi mendapat telepon tentang berita duka, kaget dan seperti mimpi, dua orang teman hiking Lilie dan Elsa meninggal setelah summit Carstensz. Dua lainnya selamat,” tutur Rudy Hartono, rekan Lilie dan Elsa yang juga pendaki senior.

Baca Juga  Bertanam Bonsai Santigi, si Kulit Kering bak Pohon Tua

Saat dihubungi Jawa Pos Sabtu (8/3), Rudy mengungkapkan rasa kehilangan. Dia merupakan kakak kelas Lilie dan Elsa di SMA Dempo (sebutan SMA Santo Albertus Malang). “Waktu ngumpul lagi, umur 50-an tahun, kami bareng-bareng hiking ke Semeru. Waktu itu gagal muncak karena ada insiden. Terakhir 2023, kami ke Rinjani dengan banyak orang,” kenang Rudy.

Pria 62 tahun yang berdomisili di Surabaya itu mengungkapkan, meski memulai hiking lagi di usia 50-an, Lilie dan Elsa memiliki tekad sekuat baja. “Sangat konsisten dan rutin mendaki, disiplin latihan, banyak kenal grup lain juga yang muda-muda. Karena rutin hiking, jadi kuat,” bebernya.

Jumat (7/3) malam, SMA Dempo menggelar misa untuk mengenang kepergian Lilie dan Elsa di aula sekolah. Misa itu diinisiasi angkatan 1984, teman-teman seangkatan Lilie dan Elsa.

Sosok Ceria dan Penuh Perhatian

Kesedihan mendalam dirasakan Frigard Harjono, suami Lilie, dan dua putra mereka yang berdomisili di Bandung. Frigard menuturkan, sang istri sudah lama meminta izin untuk mendaki ke Carstensz. “Dia sudah banyak mendaki gunung-gunung di dalam dan luar negeri. Carstensz ini cita-citanya, dia ingin menyelesaikan Seven Summit,” cerita Frigard dilansir dari Antara.

Baca Juga  Setelah Juara di Asia Tenggara, Mimpi Timnas Futsal Target Tembus Final Piala Asia 2026 di Kandang Sendiri

Ketika akan berangkat, Frigard pun mengantar Lilie ke Bandara Soekarno-Hatta. “Tidak ada firasat, kekhawatiran pasti ada. Tapi, kami serahkan pada Tuhan,” ucapnya. Hingga kemudian, Sabtu (1/3) pagi dirinya mendapat telepon dari rekan pendakian Lilie yang mengabarkan sang istri sudah berpulang. Hujan deras, salju, dan angin kencang menyebabkan Lilie (dan Elsa) diduga mengalami AMS dan hipotermia.

Di mata rekan-rekan pendaki, Lilie dan Elsa merupakan sosok yang ceria dan penuh perhatian kepada teman. Sosok pemersatu, tidak hanya dengan teman pendaki sebaya, tapi juga dengan pendaki-pendaki yang lebih muda. “Teman-teman yang mendaki bareng itu mengalami suka-duka bersama. Jadi, hubungannya sangat erat, sudah seperti keluarga semua,” lanjut Rudy.

Alam –terutama gunung– merupakan tempat yang paling dicintai Lilie dan Elsa. Di alam, Lilie dan Elsa bisa bergembira seperti menari-nari di trek. “Alam adalah playground kami,” tulis Lilie November lalu.

Misi pendakian telah tuntas. Plakat persahabatan sudah terpasang. Lilie dan Elsa akan selalu dikenang. (lai/c19/nor/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini