Cara Pendongeng dari Teman Tuli Sampaikan Dongeng yang Dilatih Kumpul Dongeng Surabaya

PAKAI BAHASA ISYARAT: Ariani Safitri bersama Kumpul Dongeng Surabaya saat memberi pelatihan berdongeng untuk teman tuli.  

Siapa bilang teman tuli tak bisa jadi pendongeng? Ucapan itu dimentahkan oleh komunitas Kumpul Dongeng Surabaya. Nyatanya, makin banyak pendongeng di antara mereka yang menggunakan bahasa isyarat maupun berasal dari kelompok teman tuli.

 

RETNO DYAH AGUSTINA, Surabaya

 

CERITA bukan hanya media komunikasi pada sekelompok orang saja. Prinsip itu yang dipegang teguh pendiri Kumpul Dongeng Surabaya Inge Ariani Safitri. Setelah lebih dari 10 tahun menggeluti dunia dongeng, ia juga ingin agar dongeng bisa diakses teman-teman tuli.

“Makanya kami bikin kelas 10 pertemuan untuk teman-teman belajar bahasa isyarat,” jawabnya. Itu menjadi permulaan komunitasnya masuk ke dunia dongeng untuk teman tuli.

Pada mulanya, kelompok teman tuli yang bergabung tak menguasai Bisindo. “Kebanyakan mereka belajar SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia, red) di sekolah reguler,” ucap Inge. Ini sempat menjadi tantangan.

Baca Juga  Olah Jadi Pupuk Organik, Ampas Kopi Menggemburkan Tanah Sekaligus Usir Hama

Alhasil materi bisindo terus dilatihkan pada teman-teman tuli. Selain menggelar pelatihan mandiri, ia juga menggelar kelas di rumah anak prestasi yang dikelola Pemkot Surabaya.

Proses belajar Bisindo berjalan begitu lancar. Inge mengatakan, dalam sebulan, anak-anak maupun remaja yang bergabung sudah mulai lancar ngobrol dengan Bisindo. “Sekarang kalau ketemu rame banget,” ucapnya.

Bukan lewat suara cerewet anak-anak. Melainkan dari permainan jari dan tangan para anggota. Satu sama lain, mereka bertutur tentang apa saja. Kesempatan itu sekaligus membantu melatih mereka mengenal emosi yang jadi bekal sebagai pendongeng.

Inge menambahkan, program pelatihan tuli mendongeng ini sudah digarap lebih serius. Beberapa waktu lalu, komunitas Kumpul Dongeng mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk bidang literasi.

Baca Juga  Jejak Briptu Fadhilatun Nikmah dan Briptu Rian Dwi Wicaksono di Mata Para Guru SMA

“Kami mengajukan dongeng bahasa isyarat ini, jadi kami diundang ke Jakarta untuk tampil di Taman Ismail Marzuki,” jawabnya. Ini menjadi ajang pembuktian bahwa para teman tuli pun bisa mendongeng.

Selain mempelajari bahasanya, apa lagi tantangan mendongeng untuk teman tuli? Inge mengatakan, penggunaan bahasa yang rumit jadi salah satu tantangan. Jadi, teman tuli memang harus membedah kisah yang ingin ditampilkan.

“Misal cerita timun mas, pasti depannya panjang. Pada zaman dahulu kala, ada seorang nenek yang tinggal di desa bla bla blaa,” ucapnya mencontohkan. Bagian-bagian yang terlalu bertele-tele harus diganti dengan kata-kata yang lebih sederhana. Jadi, bisa lebih mudah diisyaratkan di panggung nantinya.

Perempuan asal Bandung itu menambahkan, pementasan dongeng teman tuli juga tak dilakukan sendirian. Bisa berkelompok 3-4 orang. Selain narator, peran-peran utama juga dimainkan oleh orang lain.

Baca Juga  Pameran Keris, Bukti Pusaka Khas Indonesia Masih Eksis

“Bisa lebih menarik juga buat penontonnya,” imbuhnya. Selain itu, ada juga lagu-lagu di tengah cerita yang disajikan dengan bahasa isyarat. Jadi, pertunjukan dongeng tetap terasa lengkap.

Untuk satu pementasan, tim pendongeng tuli biasanya berlatih 3-4 kali. Setelah menyederhanakan bahasa, mereka juga dipandu Inge atau pelatih lainnya untuk menghafalkan di rumah. “Biasanya kami kirimkan video panduannya untuk ibu-ibunya, jadi bisa latihan sendiri sama orang tua di rumah,” tuturnya.

Inge menekankan, siapapun yang bisa mengenali rasa sedih, marah, dan emosi lainnya bisa menjadi pendongeng. Tak ada alasan atau batasan yang bisa menghalangi. “Kuncinya hanya ada di kemauan,” tandasnya. (jpg)

Bagikan:

Berita Terkini