Suara membek diselingi derap kaki domba yang saling berdesakan terdengar riuh pada Sabtu (17/5) siang itu. Bau kotoran hewan dan dedaunan hijauan menyergap hidung begitu kaki melangkah masuk ke area kandang.
DI tengah keriuhan itu, Subadar, 38, tampak berdiri dengan tenang, matanya memantau setiap sudut seperti seorang nahkoda yang mengenal lautan ternaknya.
“Yang ini kandang khusus untuk penggemukan,” ujarnya kepada Reporter JawaPos.com sambil menunjuk deretan kandang domba yang tersusun rapi.
DD Farm Pundong, Bantul, adalah salah satu dari dua kandang besar milik Dompet Duafa di Jogyakarta. Berdiri sejak 2022, kandang seluas 3.600 meter persegi ini menjadi rumah bagi 500 ekor domba fattening (penggemukan) dan 200 ekor breeding (pembibitan).
Suara membek diselingi derap kaki domba yang saling berdesakan terdengar riuh pada Sabtu (17/5) siang itu. Bau kotoran hewan dan dedaunan hijauan menyergap hidung begitu kaki melangkah masuk ke area kandang.
Di tengah keriuhan itu, Subadar, 38, tampak berdiri dengan tenang, matanya memantau setiap sudut seperti seorang nahkoda yang mengenal lautan ternaknya. “Yang ini kandang khusus untuk penggemukan,” ujarnya kepada Reporter JawaPos.com sambil menunjuk deretan kandang domba yang tersusun rapi.
DD Farm Pundong, Bantul, adalah salah satu dari dua kandang besar milik Dompet Duafa di Yogyakarta. Berdiri sejak 2022, kandang seluas 3.600 meter persegi ini menjadi rumah bagi 500 ekor domba fattening (penggemukan) dan 200 ekor breeding (pembibitan).
“Fattening dan breeding beda pakannya. Yang satu butuh konsentrat, yang lain butuh hijauan,” ujar Subadar, seraya menunjukkan tumpukan daun-daun segar yang baru dipotong.
Tapi kandang ini juga bisnis sosial. Domba-dombanya dijual—untuk sate, kurban, atau indukan—dan sebagian keuntungannya dialirkan ke program-program Dompet Duafa: bantuan lansia, posyandu, hingga pendidikan. “Dan penerima manfaatnya alhamdulillah banyak, termasuk sekitar Seloharjo, Bantul,” katanya.
Sang Kepala Kandang yang Belajar dari Bencana
Subadar bukan sarjana peternakan. Latarnya justru hanya tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Gempa Jogja 2006 mengubah hidupnya. Saat itu, ia baru lulus SMA dan memilih menjadi relawan kebencanaan.
“Dulu cita-cita saya sederhana: keliling Indonesia tanpa biaya,” akunya sambil tertawa.
Impian itu terwujud ketika ia bergabung dengan tim respons kebencanaan Dompet Duafa. Dari Ambon hingga Manokwari, ia menyusuri peta-peta kepedihan.
Tapi Tuhan punya rencana lain. Pada 2021, ia dipanggil pulang kampung ke Bantul untuk mengelola DD Farm.
“Ini berkah. Dulu jarang ketemu keluarga, sekarang bisa pulang setiap hari,” ujarnya, wajahnya menerangi.
Iduladha dan Ratusan Ekor yang Berangkat
Menyambut Iduladha tahun 2025 ini, DD Farm Pundong menyiapkan 500 ekor domba kurban—bagian dari total 1.500 ekor untuk seluruh DIY. “Kami pastikan umurnya di atas 6 bulan, sehat, dan tidak cacat,” tegas Subadar.
Di balik angka-angka itu, ada lima orang yang bekerja siang-malam: memberi pakan, memantau kesehatan, hingga memastikan setiap ekor layak disembelih. “Kami bagi tugas agar semua bisa menguasai seluruh proses. Tidak boleh cuma bisa kasih pakan doang,” katanya.
Di akhir obrolan, bapak dua anak itu melempar harapan. Subadar masih punya daftar panjang. Ia ingin DD Farm menjadi tempat edukasi ternak untuk masyarakat luas.
“DD Farm ini seperti metafora hidup saya,” katanya, menatap hamparan kandang yang mulai diterangi senja. “Dari bencana, kami belajar menumbuhkan sesuatu yang memberi manfaat,” ujarnya.
Dan di balik gemericik air, derap kaki domba, dan bau jerami, Subadar berdiri—sebagai kepala kandang, mantan relawan, dan bapak yang akhirnya pulang. (jpg)