Ketika Siswa Sekolah Alam Pacitan Menginap di Desa, Berkemah sembari Menjaga Lingkungan, dan Menjelajah Alam

PEDULI LINGKUNGAN: Suasana syukuran di Sekolah Alam Pacitan setelah masuk Top 10 World's Best School Prize for Environmental Action (14/6). Sekolah ini memiliki sawah dan kebun.

Model pembelajaran di Sekolah Alam Pacitan berupa penguatan materi ajar, penguatan di teknologi informasi, dan praktik langsung. Orang tua siswa juga ikut dilibatkan dalam inovasi yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan.

 

SUCI OKTA, Pacitan

 

SATU hari, para siswa Sekolah Alam Pacitan, Jawa Timur, diajak Sindeso, semacam belajar langsung dengan menginap di desa. Kali lain, mereka green camp, berkembah sembari menjaga alam sekitar. Dan, di hari yang lain lagi mereka tracking atau menjelajah.

Aksi-aksi lingkungan seperti itulah yang akhirnya turut mengantarkan sekolah yang memiliki 208 murid tersebut ke pengakuan internasional. Pekan lalu sekolah yang berada di kawasan Jalan Brawijaya, Pacitan Kota, itu masuk shortlist (daftar pendek) Top 10 World’s Best School Prize for Environmental Action 2024.

Untuk bisa masuk top 10 itu tidak mudah. Harus bersaing dengan ribuan sekolah di seluruh dunia. Adapun sembilan sekolah lain di kategori yang sama dengan Sekolah Alam Pacitan berasal dari 10 negara berbeda. Di antaranya, Axular Lixeoa (Spanyol), Dubai International Academy Emirates Hill (UEA), dan Dulwich College (Singapura).

Adapun World’s Best School Prizes didirikan oleh T4 Education bekerja sama dengan Accenture, American Express, dan Lemann Foundation. T4 Education merupakan platform global yang menyatukan sekitar 200 ribu guru dari 100 negara untuk mentransformasi pendidikan.

Baca Juga  330 Pasangan yang Ikuti Isbat Nikah Massal di Surabaya, Ada Yang Ramai-Ramai Diantar 4 Anak dan 10 Cucu

Ada lima kategori World’s Best School Prize. Yaitu, Kolaborasi Komunitas, Aksi Lingkungan, Inovasi, Mengatasi Kesulitan, dan Mendukung Kehidupan yang Sehat.

“Kami ambil tema aksi lingkungan sesuai dengan visi dan misi sekolah,” tutur Kepala Sekolah Alam Pacitan Bangun Narutama kepada Jawa Pos Radar Madiun yang menemuinya di sela syukuran atas pencapaian tersebut di Pacitan pada Jumat (14/6) pekan lalu.

Sekolah Alam Pacitan adalah sekolah dasar yang berada satu kompleks dengan pendidikan anak usia dini. Untuk menunjang pembelajaran, sekolah tersebut memiliki sawah serta kebun dengan luas total sekitar 400 meter persegi.

Menurut Bangun, model pembelajaran di sekolah dasar yang berdiri sejak 2008 itu adalah penguatan materi ajar, penguatan di teknologi informasi, dan praktik langsung. “Ada empat pilar dalam pendidikan di sekolah kami. Pertama akhlakulkarimah, kedua logika pengetahuan, ketiga leadership atau kepemimpinan, dan keempat wirausaha,” terang Bangun.

Kepada para siswa, misalnya, diajarkan dengan praktik langsung bagaimana mengurangi penggunaan plastik dan memilah sampah. Juga, bagaimana melakukan daur ulang serta membuat kompos dan pestisida alami.

Baca Juga  Perjalanan Sastra-Seni Rupa Jogja, Memahami Zaman dan Teknologi lewat Azimat-Siasat

Adapun inti dari pendekatan pendidikan Sekolah Alam Pacitan adalah program laboratorium hijau. Ini melibatkan siswa dalam kegiatan seperti pertanian organik dan pengelolaan limbah yang berkelanjutan.

Di antara inovasi yang telah diterapkan Sekolah Alam Pacitan adalah pengurangan penggunaan kertas sampai 72 persen. Juga penghematan energi melalui pencahayaan alami serta sistem daur ulang air. Inisiatif-inisiatif tersebut secara kolektif mereduksi jejak karbon sekolah dan di saat yang sama menambah pengetahuan para siswa.

“Pembelajaran langsung ini memastikan bahwa siswa tidak hanya memahami, tetapi juga menerapkan prinsip-prinsip ekologi setiap hari,” jelasnya.

Pembagian persentase belajar di dalam dan luar kelas, kata Bangun, bergantung tema dan subtema pembelajaran. “Seperti tema pekerjaan tentunya banyak ke lapangan. Tema rumah, tema lingkungan bisa 50 persen–50 persen atau 70 persen–30 persen,” katanya.

Sebelumnya, berbagai prestasi dan inovasi yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan juga sudah diraih. Sebab, lanjut Bangun, itu sesuai dengan visi-misi Sekolah Alam Pacitan yang salah satu poinnya yaitu berbudaya lingkungan hidup.

Bahkan, bukan hanya siswa dan seluruh anggota sekolah yang diajak berpartisipasi. Tapi, juga orang tua siswa. “Para orang tua siswa juga kami ajak untuk berinovasi menghasilkan produk yang akan memberikan manfaat kepada masyarakat,” katanya.

Baca Juga  Kisah Warga Terdampak Banjir Lahar Gunung Semeru di Lumajang, Pilih Terjang Aliran Sungai

Vikas Pota, pendiri T4 Education, memuji Sekolah Alam Pacitan atas inovasi-inovasi pembelajarannya. “Sekolah-sekolah di berbagai tempat bisa belajar kepada solusi-solusi yang ditawarkan Sekolah Alam Pacitan. Dan, mereka yang duduk di pemerintahan-pemerintahan juga seharusnya melakukan hal yang sama,” katanya dalam rilis tertulis yang diterima Jawa Pos.

Tiga finalis di kelima kategori akan diumumkan September tahun ini. Selanjutnya, pengumuman pemenang pada November. Pemenang bakal dipilih oleh para juri yang berasal dari para tokoh global dengan beragam latar belakang berdasar kriteria yang ketat. Hadiah total USD 50 ribu (sekitar Rp 824 juta) akan dibagi merata untuk kelima pemenang. Jadi, masing-masing pemenang berhak mengantongi USD 10 ribu (sekitar Rp 164 juta).

Adapun pemenang Community Choice Award yang ditentukan lewat public vote akan dianugerahi keanggotaan Best School to Work, semacam pengakuan independen terhadap sekolah atas kultur dan lingkungan kerja mereka. Public vote tersebut melibatkan total 50 sekolah yang masuk shortlist di kelima kategori.

Bangun berharap raihan Sekolah Alam Pacitan bisa menginspirasi sekolah-sekolah lain. “Semua mimpi akan bisa kita raih selama kita fokus, serius, dan selalu kerja keras untuk mewujudkannya,” katanya. (*/c6/ttg/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini