Meskipun tidak ada kaitannya dengan SpaceX milik Elon Musk, armada kapal riset OceanXplorer sama canggihnya. Salah satu hasil risetnya selama di Indonesia terkait biota laut dan spesies ikan berukuran besar.
HILMI SETIAWAN, Jakarta
NAMANYA sama-sama Triton. Fungsinya juga serupa: sebagai kapal selam.
Tapi, kapal Triton yang ada di dalam lambung kapal riset OceanXplorer tidak bertenaga nuklir. Berbeda dengan kapal selam USS Triton milik militer Amerika Serikat yang dengan tenaga nuklirnya mampu mengelilingi dunia.
Dua armada kapal selam Triton menyambut rombongan wartawan yang berkesempatan berkeliling OceanXplorer di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Selasa (9/7) lalu. Satu unit kapal Triton yang berukuran lebih kecil diparkir di bagian dek kapal. Unit yang kedua dan ukurannya lebih besar berdiri tegak di dalam lambung kapal.
Keduanya seperti menjadi penanda pemanfaatan teknologi canggih di kapal OceanXplorer yang tak ada kaitannya dengan SpaceX milik Elon Musk. Kapal Triton tersebut mampu membawa peneliti bersama pengemudinya sampai kedalaman 1.000 meter. Kacanya sangat tebal.
“Tapi, ketika sudah di dalam laut, terlihat seperti tidak ada kacanya. Benar-benar tampak nyata,” kata Co-CEO and Chief Science Office OceanX Vincent Pieribone.
Peralatan mutakhir lainnya adalah robot bawah air, ROV (remotely operated vehicle). Kendaraan tanpa awak itu mampu menyelam hingga kedalaman 6.000 meter di bawah laut. Robot tersebut dikontrol dari ruangan khusus.
Salah seorang peserta rombongan kunjungan adalah aktris Nadine Chandrawinata. Dia sempat duduk di ruang kendali. “Kursinya seperti di permainan game simulasi,” jelasnya.
Di hadapannya terpasang sejumlah televisi untuk melihat langsung kondisi bawah laut. Armada ROV dan Triton sama-sama dibekali kamera resolusi tinggi RED 8K yang mampu menghasilkan gambar jernih.
Vincent mengatakan, selama di Indonesia, mereka menjalankan misi utama penelitian kelautan bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Peneliti tidak perlu keluar kapal selam untuk mengambil sampel penelitian. Cukup diambil oleh tangan robot yang terpasang di bagian depan kapal Triton.
Vincent lalu mengajak rombongan masuk ke laboratorium basah dan laboratorium kering kapal OceanXplorer. “Laboratorium ini khusus didesain James Cameron. Anda sudah tahu siapa dia,” katanya merujuk kepada sutradara tenar Titanic salah satunya.
Vincent menjelaskan, mereka tidak semata-mata bekerja menghasilkan penelitian kelautan dengan teknologi terkini. Tetapi, juga menghasilkan video yang bagus ketika beroperasi. Kualitasnya sebagus film-film Hollywood. Karena itu, Cameron diajak berkolaborasi.
OceanXplorer masuk ke Indonesia dari wilayah sekitar. Riset yang dilakukan, antara lain, memetakan patahan yang berpotensi memicu gempa bumi megathrust.
Selain menggandeng BRIN, kegiatan OceanX di Indonesia melibatkan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Tanoto Foundation. Bidang penelitian yang digarap adalah keanekaragaman hayati, iklim, paleoklimatologi, mikroplastik, kualitas air, dan karakteristik geologi.
Di antaranya, zona Sunda Megathrust yang disebut-sebut mempunyai dampak guncangan besar sehingga harus dipetakan mitigasinya untuk mencegah korban jiwa yang lebih banyak.
Penelitian dilakukan tidak hanya dengan armada ROV dan kapal submersible Triton. Tetapi, juga melakukan pemantauan udara lewat helikopter yang ada di kapal.
Penelitian itu berhasil mendokumentasikan beragam biota laut. Hasil temuan awal adalah jumlah keanekaragaman hayati ternyata lebih rendah daripada perkiraan.
Kemudian, keberadaan spesies ikan komersial berukuran besar juga ternyata masih minim. Data itu menjadi acuan penting untuk manajemen penangkapan ikan di masa mendatang.
Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset BRIN Nugroho Dwi Hananto mengatakan, ada 39 peneliti Indonesia yang terlibat dalam misi penelitian di kapal OceanXplorer tersebut.
“Mereka tidak hanya berasal dari BRIN, tapi juga dari sejumlah perguruan tinggi yang diseleksi lewat sayembara riset kelautan yang diadakan BRIN,” katanya.
OceanXplorer, lanjut Nugroho, beroperasi di Indonesia mulai Mei. Mereka berada di sini sampai Agustus depan. Dia memastikan semua data survei aman dan menjadi kekayaan intelektual dari BRIN.
Seluruh sampel dan data disimpan di fasilitas riset BRIN yang ada di Kawasan Sains Terpadu (KST) Soekarno di Cibinong, Bogor. Penelitian lebih lanjut melibatkan fasilitas pengelolaan Koleksi Ilmiah Keanekaragaman Hayati (Kehati), Laboratorium InaCC, Laboratorium Genomik, dan High Performance Computer.
Salah seorang peneliti BRIN yang bergabung di OceanXplorer adalah Ariani Hatmanti. Bagi Ariani, bisa bergabung untuk melakukan penelitian di OceanXplorer adalah pengalaman luar biasa dan langka. “Mudah-mudahan Indonesia memiliki kapal riset yang canggih seperti OceanXplorer,” harapnya. (*/c7/ttg/jpg)