Setelah sukses dengan penyelenggaraan pameran Warna-Warna pada 2018, Andien Aisyah Foundation menggelar pameran serupa tahun ini. Dengan tajuk Warna-Warna Pusparagam Seni Disabilitas Vol. II, mereka berupaya terus mengakomodasi karya-karya para penyandang disabilitas.
SEJAK 14 Agustus sampai 13 Oktober mendatang, lorong-lorong Dia.lo.gue Artspace, Jakarta, menjadi ruang pamer sejumlah karya seni dari komunitas penyandang disabilitas. Wujud karya seninya cukup beragam.
Ada karya seni lukis, yang menampilkan sosok Joker, lawan Batman dengan ukuran yang cukup besar. Ada juga karya seni lukis berukuran kecil-kecil, tetapi banyak. Kemudian ditata sedemikian rupa hampir memadati luasnya dinding.
Sesuai dengan namanya, pameran Warna-Warna itu menaruh perhatian lebih terhadap para penyandang disabilitas. Upaya untuk mengangkat para penyandang disabilitas tersebut di antaranya berangkat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2021–2022. Dalam data yang disajikan, jumlah pekerja difabel di Indonesia meningkat cukup tajam. Yaitu, sampai 160 persen lebih.
Sayangnya, kesenjangan sosial-ekonomi serta pendidikan membuat sejumlah difabel menjadi kurang kompetitif di dunia kerja. Karena itu, pameran Warna-Warna ingin hadir untuk mengatasi masalah tersebut. Caranya dengan menyuarakan atau mempromosikan inklusivitas serta mengakomodasi pekerja difabel di dalam industri kreatif.
Pada edisi yang kedua ini, pameran Warna-Warna digelar hasil dari kolaborasi banyak pihak. Di antaranya, musisi Andien Aisyah selaku pendiri Andien Aisyah Foundation. Penyanyi yang peduli terhadap isu disabilitas itu bersyukur diberi kesempatan untuk menyelenggarakan pameran Warna-Warna untuk kali kedua.
“Super excited untuk menyambut karya-karya teman penyandang disabilitas. Kemudian memamerkannya di sini,” kata Andien dalam pembukaan pameran Warna-Warna Pusparagam Seni Disabilitas Vol. II pekan lalu (14/8).
Dia berharap pameran yang kedua tersebut juga mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Khususnya para pencinta karya seni. Andien lantas menceritakan perbedaan pameran kali ini dengan yang digelar enam tahun lalu.
Dia mengatakan, perbedaannya sangat signifikan. Apalagi, dia dikawal dua kurator yang menurutnya sangat hebat. Kurator yang terlibat dalam pameran itu adalah Agung Hujatnikajennong dan Nano Warsono.
Dia menerangkan, pameran yang pertama lebih fokus pada upaya menceritakan serta mengapresiasi teman-teman penyandang disabilitas. “Bahwa mereka punya hal spesial yang harus dihargai,” tuturnya.
Kemudian, pada pameran yang kedua ini, semangatnya beranjak. Di antaranya, merangkul komunitas disabilitas yang lebih banyak lagi. Mereka berasal dari Jakarta, Jogjakarta, Bandung, sampai Bengkulu. Kemudian, proses kurasinya juga lebih mendalam. Tidak hanya memamerkan karya-karya yang sudah dibuat, tetapi juga menampilkan karya-karya yang baru diproduksi.
Selain itu, karya beberapa seniman lebih luas. Dia mencontohkan pada Ilham, sebelumnya menampilkan karya dua dimensi, tetapi sekarang bertambah menjadi tiga dimensi. “Sekarang lebih ke kesetaraan. Bagaimana mereka mendapatkan tempat yang setara di masyarakat. Kalau yang pertama dulu untuk membuka mata,” ungkap Andien.
Kurator Agung mengatakan, pihaknya melibatkan sejumlah seniman untuk ngobrol bareng. Sampai akhirnya mereka mendapatkan masukan tentang hambatan yang dialami sejumlah seniman penyandang disabilitas.
Di antaranya, akses pengetahuan. Kemudian, masih banyak sekolah tinggi seni yang belum bersifat inklusif. Dia menegaskan, tidak hanya menampilkan karya dari difabel, tetapi juga mendorong berkarya lebih luas.
Kurator Nano merasa bangga terlibat dalam pameran tersebut. Sebab, pameran itu menjadi ruang pertemuan berbagai komunitas serta seniman dari berbagai latar belakang. “Cocok dengan konsep yang diusung Warna-Warna,” tuturnya. Dia menekankan pentingnya membangun jejaring antara komunitas dan pegiat seni disabilitas. (wan/v7/dra/jpg)