Karena yang terbakar beberapa hektare saja dari luas total puluhan hektare, para satwa di dalam Taman Nasional Baluran masih bebas berlindung ke tempat aman. Kebakaran kerap terjadi karena faktor manusia.
HUMAIDI, Situbondo
ADA sekitar 26 jenis mamalia di Taman Nasional (TN) Baluran, dengan banteng sebagai maskotnya. Selain itu, ada 155 jenis burung di taman nasional yang berada di Situbondo, Jawa Timur, tersebut.
Lalu, bagaimana nasib mereka ketika sekarang tempat berjuluk Africa van Java itu tengah terbakar. “Untungnya, Taman Nasional Baluran itu luas, 25 ribu hektare. Jadi, tidak membahayakan para hewan yang ada di dalamnya,” kata Eko Kintoko Kusumo, pegiat lingkungan dan pariwisata, kepada Jawa Pos Radar Situbondo/Jawa Pos Radar Banyuwangi, Kamis (10/10).
Karena luasnya wilayah itu, para hewan penghuni TN Baluran bisa berpindah ke area yang tidak terbakar. Sebab, kebakaran kali ini menimpa beberapa hektare saja dari total luas Africa van Java.
Eko mengatakan, kebakaran di kawasan TN Baluran disebabkan dua faktor: alam dan manusia. Jika faktor alam, biasanya muncul dari embun pagi yang tersisa, lalu menjadi kaca pembesar bagi sinar matahari yang bisa membakar ilalang kering.
“Kalau faktor manusia, kan dibakar atau membuang puntung rokok sembarangan,” ucap Eko.
Diki Ristiyanto, petugas kebakaran TN Baluran, juga sebelumnya memberikan penjelasan senada Eko tentang penyebab kebakaran. “Kadang ada orang melintas, lantas beristirahat di pinggir jalan dan iseng menghidupkan api, lalu dibiarkan hingga memicu terjadinya kebakaran,” kata Diki, Rabu (9/10).
TN Baluran berada di tepi jalan raya penghubung Situbondo–Banyuwangi. Asap dari kebakaran yang berlangsung beberapa hari ini otomatis juga mengganggu pengguna jalan.
Alamiah Menghindar
Menurut Eko, saat terjadi kebakaran, para satwa secara alamiah akan menghindar dari kobaran api dan mencari tempat lain. “Saat ini paling tidak sampai 10 hektare yang terbakar,” ucap Eko.
Versi Diki, seperti disampaikan sehari sebelumnya, yang terbakar sekitar 3,5 hektare. Yang jelas, lanjut Eko, kalau kebakaran mencapai separo luas Baluran, baru para satwa berada dalam kondisi mengkhawatirkan.
“Kalau kebakaran ekstrem meluas mencapai separo dari hutan, mungkin satwa akan terusik dan atau terkepung oleh api. Itu baru risiko pada satwa, tapi sejauh ini belum pernah terjadi kebakaran seekstrem itu (di Baluran),” katanya.
Menurut Eko, yang menjadi persoalan pada musim kemarau adalah ketersediaan air bagi satwa yang ada di TN Baluran. “Dengan adanya kemarau panjang ini, (satwa) harus disuplai air. Petugas TN Baluran yang paham di mana saja titik lokasi yang harus dikasih air. Kalau air tidak ada otomatis, satwa pindah tempat,” katanya.
Kekayaan Baluran
Taman nasional yang pada awalnya berstatus hutan lindung itu memiliki gunung, hutan, padang sabana, pantai, dan gua di dalamnya. Selain banteng, ada pula, di antaranya, kerbau liar, ajak, rusa, macan tutul jawa, kera abu-abu, dan burung merak.
Keanekaragaman fauna dan flora serta kondisi geologisnya yang membuat julukan Africa van Java muncul. Kepala Balai Taman Nasional Baluran Johan Setiawan belum bisa memberikan penjelasan ketika dikontak tentang kebakaran kemarin. Alasannya, belum menerima rilis data dari petugas di lapangan.
“Datanya saya belum update, hubungi Pak Kasi (kepala seksi),” ujar Johan.
Kasi TN Baluran Rio Wibawanto pun demikian, belum bisa memberikan kepastian tentang luas lahan yang sudah terbakar. ’’Mohon maaf belum bisa ngasih tanggapan. Tim masih ada di tengah hutan, sulit dikonfirmasi akibat tidak ada sinyal,” kata Rio. (*/pri/c7/ttg/jpg)