TANJUNG SELOR – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) merupakan wilayah perbatasan yang strategis, sering kali menjadi pintu masuk utama bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang hendak mencari peruntungan di Malaysia.
Dengan karakteristik geografis yang melibatkan daratan dan perairan, wilayah ini juga menjadi jalur potensial bagi tindak kejahatan, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dikatakan Kapolda Kaltara Irjen Pol Hary Sudwijanto, Kaltara menjadi saksi perjalanan ribuan pekerja migran. Menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan perbatasan. Malaysia sebagai negara dengan kebutuhan tenaga kerja yang tinggi, telah lama menjadi tujuan utama bagi migran Indonesia.
Upah yang lebih tinggi, kebutuhan tenaga kerja di sektor perkebunan, konstruksi, dan domestik, serta kedekatan wilayah, menjadi daya tarik utama. “Sayangnya, banyak migran yang memilih jalur ilegal. Karena faktor ekonomi dan ketidaktahuan. Sehingga menjadi sasaran empuk jaringan perdagangan orang,” tuturnya Kapolda, belum lama ini.
Menurut Kapolda, ketika para migran tanpa dokumen resmi ini memasuki wilayah Malaysia, risiko eksploitasi meningkat. Mereka sering kali bekerja di bawah ancaman, dengan upah yang jauh di bawah standar, tanpa perlindungan hukum. Bahkan dalam beberapa kasus menjadi korban perdagangan manusia.
“Situasi ini semakin kompleks karena kurangnya edukasi dan pengawasan di wilayah asal para migran,” imbuhnya.
Kapolda menilai, penyebab utama TPPO diantaranya kesenjangan ekonomi, kurangnya edukasi, permintaan tenaga kerja dan lemahnya pengawasan perbatasan. Untuk modus operandi beranekaragam. Mencakup pembiayaan oleh cukong, korban diberangkatkan ke luar negeri dengan seluruh biaya perjalanan ditanggung oleh pihak cukong (penyandang dana).
Selain itu, perekrutan oleh PMI saat cuti. Mereka dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri. Penggunaan paspor dengan dalih kunjungan keluarga.
Polda Kaltara pun berkomitmen untuk memberantas kasus TPPO, dengan hasil yang signifikan. Data dari Juli-Desember 2024 mencatat 33 kasus terungkap, dengan jumlah 193 korban dan 39 tersangka.
“Pengungkapan ini merupakan bukti nyata keseriusan Polda Kaltara dalam menindak jaringan pelaku TPPO. Operasi terpadu dengan pemanfaatan teknologi investigasi modern dan sinergi lintas sektor memungkinkan pengungkapan kasus yang sebelumnya sulit dijangkau,” ungkapnya.
Selain penegakan hukum, Polda Kaltara juga telah menyusun langkah preventif melalui berbagai usulan strategis. Seperti deteksi dini, profiling komunitas rentan, peningkatan edukasi dan kampanye serta kolaborasi antar lembaga.
“Langkah-langkah ini diharapkan mampu memutus mata rantai perdagangan orang sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat yang rentan,” imbuhnya.
Pencegahan dan penanganan TPPO memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum. Dengan kombinasi langkah preventif, edukatif, dan represif yang telah diusulkan, diharapkan kejahatan TPPO dapat diminimalkan. Komitmen Kapolda Kaltara menjadi teladan nyata bagaimana pengamanan wilayah perbatasan tidak hanya menjadi tanggung jawab hukum. Tetapi juga tanggung jawab moral untuk melindungi masyarakat dari eksploitasi dan perdagangan manusia. (kn-2)