TANJUNG SELOR – Dalam upaya meningkatkan kesadaran bahaya kekerasan berbasis gender online (KBGO), sejumlah organisasi menggelar diskusi publik di Perpustakaan Kabupaten Bulungan, Rabu (11/12).
Ini menjadi bagian dari peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan kampanye One Day One Voice. Hal penting untuk menyadarkan masyarakat terhadap adanya KBGO. Mewakili DP3AP2KB Kaltara Budiman menekankan, pentingnya peran kebijakan pemerintah dalam menangani KBGO. UU ITE telah menyediakan instrumen hukum untuk menindak pelaku kekerasan berbasis teknologi, termasuk chat pribadi yang mengarah pada pelecehan.
“Ini yang perlu diperhatikan bersama-sama. Jangan sampai hanya lewat saja. Padahal ini terjadi dalam keseharian kita,” ungkapnya, Rabu (11/12).
Meskipun banyak instrumen hukum yang ada, keberhasilan penanganan kasus kekerasan sangat bergantung pada dukungan dari korban dan keluarga untuk tidak menganggapnya sebagai aib.
“Ada banyak instrumen kebijakan yang bisa melindungi korban dan mengikat pelaku. Penting bagi masyarakat untuk mengakses bantuan yang tersedia dan mengawal proses hukum. Untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Inisiator Hangout Community Jannah yang juga merupakan salah seorang penggerak komunitas perempuan di Kaltara mengungkapkan, KBGO sering kali bermula dari hal-hal kecil. Seperti kirim-kiriman stiker berbau seksi di media sosial. Meskipun sering dinormalisasi, tindakan ini dapat berkembang menjadi kekerasan yang lebih besar jika tidak ada penanganan yang tegas.
“Perlu ada penegasan dalam pencegahan dan penanganan KBGO. Karena di Kaltara, kekerasan berbasis gender online sudah terjadi dan harus segera diantisipasi. Kita semua harus bertanggung jawab, untuk tidak membiarkan tindakan yang mengarah pada pelecehan atau kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tegasnya.
KBGO merupakan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi oleh teknologi dan internet. Bentuk-bentuk kekerasan ini bisa berupa ancaman, paksaan, atau serangan melalui media sosial, pesan teks, email, dan lainnya. Hal ini sering kali disebabkan oleh relasi kuasa di mana perempuan menjadi objek kekerasan verbal, psikologis, atau fisik, baik secara langsung maupun dalam dunia digital. (kn-2)