TARAKAN – Penyerangan terhadap Mapolres Tarakan pada 24 Februari lalu, yang dilakukan oleh puluhan oknum TNI menuai kecaman keras dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Insiden ini mendorong GMKI untuk mendesak Kodam VI/Mulawarman dan Polda Kalimantan Utara agar melakukan penyelidikan menyeluruh secara terbuka. Koordinator Wilayah VI Pengurus Pusat GMKI, Kristianto Triwibowo menegaskan tindakan tersebut telah mencoreng kepercayaan rakyat dan merusak kehormatan institusi negara.
Ia mengungkapkan aksi tersebut semakin menambah kekhawatiran. Karena diwarnai pengrusakan fasilitas Mapolres dan pemukulan sejumlah anggota polisi, yang menyebabkan cedera serius. “Kami menginginkan seluruh anggota TNI maupun Polri yang terlibat dalam insiden ini harus diproses dengan tegas dan hasilnya dipertanggungjawabkan di hadapan publik,” ujarnya.
Kristianto menyayangkan peristiwa ini dan menilai seharusnya antaraparat negara dapat saling menjaga perilaku dan menghindari tindakan main hakim sendiri. Menurutnya, diperlukan penyelidikan tuntas hingga sanksi yang tegas. Agar masyarakat dapat melihat proses ini berjalan secara transparan.
Makanya, pihaknya berharap Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Rudy Rachmat Nugraha dan Kapolda Kaltara Irjen Hary Sudwijanto untuk serius memproses para pelaku yang terbukti bersalah.
Jika tidak ada sanksi tegas dan keterbukaan dalam proses tersebut. Hal ini sama saja dengan mengabaikan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Secara lugas, ia bahkan menyarankan agar keduanya mundur dari jabatan jika gagal memenuhi tanggung jawab tersebut.
“Kami mendorong agar setiap pelaku, baik yang terlibat dalam perkelahian di sebuah kafe di Tarakan, penyerangan Mapolres, hingga penganiayaan anggota polisi, diperiksa dan dijatuhi hukuman sesuai pelanggaran. Harus ada efek jera dari kasus ini untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan. Jika diperlukan, proses hukum ini sebaiknya melibatkan pihak independen guna menjamin objektivitas dan transparansi,” jelasnya.
Kristianto juga berharap Tim dari Kemenko Polhukam, Polisi Militer Mabes TNI, serta Propam Mabes Polri turun langsung ke Tarakan untuk menangani kasus tersebut. Ia turut menyoroti lemahnya pengawasan dan pembinaan internal di tubuh TNI dan Polri, yang menyebabkan rendahnya kedisiplinan aparat. Menurutnya, kedisiplinan anggota keamanan seharusnya tidak hanya diterapkan saat jam dinas, tetapi juga kapan pun mereka berada di tengah masyarakat.
Kristianto menambahkan bahwa jika sebelumnya ada upaya mediasi antara pihak yang bertikai setelah perkelahian di kafe, seharusnya masalah tersebut dapat diselesaikan dengan damai. Namun ketika mediasi gagal, jalur hukum atau komunikasi resmi antar institusi semestinya menjadi solusi utama, bukan tindakan anarkis.
“Kami yakin bahwa pertikaian antarpetugas seperti ini telah menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat. Terutama mereka yang berada di sekitar Mapolres saat kejadian berlangsung. Kami harap tidak ada lagi insiden serupa di masa mendatang,” harapnya.
Tak hanya itu, GMKI juga menyarankan agar Pangdam dan Kapolda Kaltara mewakili institusinya untuk meminta maaf kepada masyarakat secara resmi. Harapannya, adanya jaminan situasi yang lebih kondusif serta sanksi tegas terhadap oknum pelaku sebagai bentuk pembelajaran bagi semua pihak. Kristianto menutup pernyataannya dengan mengetengahkan langkah ini sangat penting, demi memulihkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum dan pertahanan negara. (kn-2)