TANJUNG SELOR – Meluasnya tarif bea masuk antara Amerika Serikat dan Tiongkok mulai membayangi ekonomi Kalimantan Utara (Kaltara). Provinsi yang bertumpu pada komoditas ekspor seperti crude palm oil (CPO), batu bara, dan nikel dikhawatirkan merasakan dampak langsung apabila kebijakan tarif benar-benar diterapkan.
“Dalam negosiasi saat ini, kami masih berusaha menurunkan besaran tarif impor. Jika tidak sukses, kita akan terdampak langsung pada komoditas yang selama ini dikirim ke Amerika,” ungkap Ferry Irawan, Deputi Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN di Kemenko Perekonomian RI, beberapa waktu lalu.
Menurut Ferry, dampak langsung akan terasa pada nilai ekspor ke Amerika Serikat. Jika tarif tinggi dipertahankan, harga jual CPO dan nikel bakal merosot di pasar Amerika. Dampak tidak langsung muncul ketika pertumbuhan ekonomi China melambat akibat tarif balasan AS–Tiongkok.
“Sebagai mitra dagang utama, penurunan permintaan Tiongkok berpotensi menekan volume ekspor Kaltara,” ujarnya.
Lebih lanjut, rivalitas dagang memunculkan efek berganda, bila Tiongkok kesulitan mengekspor ke AS. Mereka mencari pasar alternatif Indonesia. Ada peluang positif jika komoditas impor dari Tiongkok masuk dengan tarif lebih rendah ke Indonesia. Ini bisa dimanfaatkan Kaltara.
Meski situasi dinamis, pemerintah terus menjajaki jalur diplomasi ekonomi. Pihaknya masih hitung dampak netto, positif maupun negatif, setelah negosiasi tarif. Rencana negosiasi lanjutan dengan Amerika diharapkan membuka celah perlindungan bagi ekspor strategis Indonesia, termasuk komoditas dari Kaltara.
Sementara itu, pelaku usaha di Kaltara sudah merasakan ketidakpastian harga. Sejumlah perusahaan kelapa sawit menunda ekspansi, dan penambang skala kecil berhati-hati menambah produksi. Pemerintah daerah pun didesak mendorong diversifikasi pasar ke Asia Selatan dan Eropa, serta memperkuat nilai tambah dalam negeri lewat hilirisasi. Agar ketergantungan pada satu dua pasar besar berkurang.
“Perang dagang AS–Tiongkok bisa menjadi ancaman serius sekaligus momentum bagi Kaltara menata ulang strategi ekspor. Dengan negosiasi tarif yang terus berlanjut, diharapkan “sisi positif” seperti penurunan tarif impor dari Tiongkok bisa dimaksimalkan untuk menjaga stabilitas perekonomian Kaltara,” jelasnya. (kn-2)