TANJUNG SELOR – Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BPPD) Kalimantan Utara Ferdy Manurun Tanduklangi, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi perekonomian masyarakat di wilayah perbatasan.
Ia menegaskan lemahnya ekonomi di kawasan perbatasan bukan disebabkan kurangnya potensi. Melainkan akibat minimnya akses yang memadai, baik dalam hal transportasi, infrastruktur, maupun konektivitas ekonomi.
“Perekonomian masyarakat di perbatasan saat ini lemah. Kenapa lemah? Karena tidak ada akses,” tegasnya, Kamis (15/5).
Menurut Ferdy, potensi ekonomi sebenarnya cukup besar di wilayah perbatasan. Banyak daerah yang memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang subur. Salah satu contohnya Data Dian dan Long Nawang. Dua wilayah di pedalaman Kalimantan Utara yang menghasilkan buah nanas dengan kualitas sangat baik.
“Di sana itu ada perkebunan. Nanasnya di Data Dian dan Long Nawang rasanya manis,” ujarnya.
Namun, tantangan muncul ketika hasil pertanian hendak dibawa keluar dari wilayah tersebut untuk dipasarkan. Karena minimnya infrastruktur jalan dan jalur distribusi yang efisien, masyarakat terpaksa menggunakan pesawat sebagai satu-satunya moda transportasi.
Ini tentu saja berdampak pada biaya distribusi yang tinggi dan pada akhirnya tidak ekonomis bagi petani. “Nanas yang harusnya bisa jadi sumber pendapatan masyarakat, malah dibawa naik pesawat. Bagaimana bisa ekonomi masyarakat tumbuh kalau ongkos kirim saja sudah mahal,” keluhnya.
Ferdy menilai kondisi seperti ini menunjukkan perlunya pendekatan pembangunan yang tidak hanya seremonial. Tetapi juga solutif dan berorientasi jangka panjang. Pemerintah, menurutnya, tidak bisa menutup mata terhadap kesenjangan pembangunan yang terjadi di wilayah perbatasan.
“Kita ini sedang merintis pembangunan, jadi harus solutif. Harus punya solusi. Jangan seperti ini terus,” ungkapnya.
Ia pun menekankan peran Pemerintah Pusat sangat krusial dalam membangun wilayah perbatasan. Sebab, masalah akses dan keterisolasian tidak bisa ditangani oleh pemerintah daerah semata. Diperlukan sinergi lintas sektor dan kebijakan terintegrasi dari tingkat pusat hingga ke daerah.
“Artinya, pemerintahan secara umum, ya mulai dari pusat. Itu yang harus kita bangun. Tidak bisa hanya daerah yang bergerak,” tandasnya.
Ferdy juga mengingatkan wilayah perbatasan bukan hanya tentang geopolitik. Tetapi juga tentang keadilan pembangunan. Warga negara di perbatasan memiliki hak yang sama untuk menikmati hasil pembangunan nasional. Perhatian terhadap kawasan perbatasan bukan sekadar pilihan, tetapi keharusan.
“Kalau kita bicara soal kedaulatan, keutuhan NKRI, maka pembangunan perbatasan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi,” tutupnya. (kn-2)