TARAKAN – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tarakan terus memperketat pengawasan dan patrol. Sebagai upaya antisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Menurut Koordinator Polisi Hutan KPH Tarakan, Edy Sulianto, kesiagaan dilakukan terutama saat kondisi kering.
“Kalau posisi sudah hampir seminggu tidak hujan, kami siaga. Peralatan sudah siap, teman-teman mobil keliling patroli terus,” ujar Edy, Minggu (5/10).
Dalam menghadapi Karhutla, KPH Tarakan mengandalkan peralatan pemadaman kebakaran hutan yang portabel. Peralatan utama mereka mencakup mobil slip-on dan mesin jinjing (portable) jenis Max-3.
“Andalan kami kalau di hutan rata-rata mesin-mesin yang portable itu bisa dibawa ke hutan, itu yang maksimal. Begitu di lapangan ada kejadian, kita langsung Gerak. Langsung kita padamkan sejak dini supaya tidak jadi bencana,” jelasnya.
Edy Sulianto menyebutkan titik rawan Karhutla yang sering terjadi di Tarakan berada di kawasan Kelurajan Pantai Amal (sekitar RT 12) dan Kelurahan Juwata Laut. Kebakaran yang terjadi di Tarakan sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan yang disengaja oleh masyarakat, sementara faktor alam dinilai kecil.
Ia menambahkan, kasus kebakaran besar terakhir terjadi sekitar Juli atau Agustus lalu di sekitar PLTG Binalatung hingga Jalan Swadaya. Dalam penanganan di lapangan, KPH Tarakan tidak bekerja sendiri, melainkan dibantu oleh berbagai pihak termasuk BPBD dan Masyarakat Peduli Api (MPA).
Kelompok MPA sudah terbentuk di beberapa kelurahan seperti Juata Kerikil, Kampung Empat, Kampung Enam, dan Pantai Amal, yang berperan penting dalam penanganan awal kebakaran. Secara kawasan, luas Hutan Lindung di Kota Tarakan telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui SK Nomor 7357 Tahun 2021, mencakup wilayah seluas 7.067,72 hektare.
Kawasan ini tersebar di Kelurahan Kampung Satu, Karang Anyar, Kampung Enam, Juwata Kerikil, dan Juwata Laut. Meski peralatan sudah memadai, kendala utama yang dihadapi tim di lapangan adalah akses lokasi yang jauh dan keterbatasan sumber air.
“Kadang sudah jauh kita gendong alat, di dalam tidak ada sumber air. Itulah kadang kita susahnya. air tidak tersedia, pemadaman terpaksa dilakukan secara manual,” tutur Edy.
Selain itu, KPH juga mewaspadai kebakaran pada lahan gambut yang terdapat di jalur Ring Road Binalatung. Kebakaran gambut sulit dipadamkan, karena api di permukaan bisa mati. Namun di bawah tanah masih hidup, membutuhkan penanganan yang lebih lama. (kn-2)