Produk Olahan dari Wilayah Mangrove Masih Terkendala Sertifikasi Mutu

PRODUK UNGGULAN: Produk hasil hutan non kayu dari wilayah lanskap mangrove belum dapat menembus pasar luar daerah.

TANJUNG SELOR – Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltara terus mendorong pengembangan potensi produk-produk hasil hutan non kayu. Khususnya dari wilayah lanskap mangrove di daerah pesisir.

Langkah ini dilakukan guna meningkatkan nilai ekonomi masyarakat, sekaligus memperkuat branding produk unggulan daerah. Kepala Dishut Kaltara Nur Laila menjelaskan, berbagai produk olahan dari wilayah mangrove yang dihasilkan masyarakat sebenarnya sudah cukup dikenal dan dijual lintas kabupaten. Namun, masih terdapat sejumlah kendala yang membuat produk tersebut belum dapat menembus pasar luar daerah.

“Selama ini produk-produk mereka sudah dipromosikan dan dijual lintas kabupaten. Tapi belum bisa keluar daerah, karena belum memiliki sertifikasi mutu dan kualitas seperti PIRT, NIB, maupun sertifikasi halal,” ujarnya, Kamis (30/10).

Baca Juga  Target Penurunan Stunting di Kaltara Jadi Tantangan

Ia menyebutkan, pihaknya bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait kini tengah melakukan pendampingan kepada para pelaku usaha. Agar dapat memenuhi berbagai syarat tersebut. Semua OPD yang terkait dengan sertifikasi ini ikut mendampingi.

“Jadi, kita tidak hanya bicara promosi, tapi juga memastikan produknya benar-benar siap bersaing,” tambahnya.

Selain persoalan sertifikasi, Dishut juga mendorong setiap kelompok masyarakat untuk memperkuat branding produk masing-masing. Saat ini, setiap kabupaten dan kelompok sosial telah melakukan upaya promosi mandiri. Agar produknya lebih dikenal luas. Namun demikian, Nur Laila menekankan pentingnya fokus dalam pengembangan satu produk unggulan di setiap wilayah.

Baca Juga  Tugu Lemlai Suri Ditinggikan 24 Meter

“Ke depan kita harus punya fokus. Tak bisa semua produk dikembangkan sekaligus. Misalnya, di Kabupaten Tana Tidung (KTT) kita fokus pada sirup mangrove, yang memang memiliki cita rasa dan proses pengolahan khas,” jelasnya.

Menurutnya, proses pembuatan sirup mangrove di beberapa daerah memiliki keunikan tersendiri. Misalnya di Desa Berbatu, masyarakat telah memiliki teknik khusus untuk mengolah bahan baku mangrove agar tidak pahit.

Baca Juga  Perkuat Budaya Literasi di Kalangan Muda

Prosesnya cukup panjang, mulai dari mencuci bahan basah, menghilangkan warna merah dari tanin, mengupas, menjemur, hingga mengolahnya kembali. Itulah yang membuat sirup mangrove Berbatu berbeda dengan daerah lain. Upaya pengembangan produk mangrove ini tidak hanya berorientasi pada ekonomi. Tetapi juga pada transfer pengetahuan antarwilayah. Agar masyarakat pesisir memiliki keterampilan pengolahan yang berkelanjutan.

“Jadi tak hanya jual hasil mentah, tapi masyarakat juga punya kemampuan mengolah dan menciptakan nilai tambah dari potensi alamnya,” tutupnya. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini