TARAKAN – Petugas Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tarakan menangkap kapal KM SA-5921/5/F yang diduga berasal dari Tawau, Malaysia, di Perairan Laut Sulawesi atau depan Perairan Bunyu, Kamis (31/10) lalu.
Pelanggaran batas wilayah itu dimonitor petugas PSDKP Tarakan saat melakukan patroli pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Saat itu, sekitar pukul 12.15 Wita, petugas melakukan pengejaran terhadap kapal tersebut dan mampu dihentikan pada jarak 41,6 mil dari Kota Tarakan dan 17,5 mul di ZEEI dari Perbatasan Indonesia-Malaysia.
Selain kapal berbendera Malaysia, terdapat 1 nakhoda RJ (37) dan 3 Anak Buah Kapal (ABK) masing-masing berinisial KL (19), AG (32) dan SJ (48) yang turut diamankan petugas PSDKP Tarakan. Diketahui keempat pelaku merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Filipina.
Kepala Stasiun PSDKP Tarakan Johanis Johniforus Medea mengatakan, selain berbendera Malaysia, KM SA-5921/5/F juga memiliki dokumen lengkap asal Malaysia. Petugasnya melakukan pemeriksaan di tempat, sehingga diketahui 4 pelaku melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah Perairan Indonesia.
“Kita lakukan pendalaman dan pemeriksaan lebih lanjut. Kita temukan ada hasil tangkapan ikan dengan berat 160 kilogram,” jelasnya, Jumat (1/11).
Adapun ikan hasil tangkapan berupa ikan tuna sirip kuning, tuna mata mata besar, cakalang kecil dan tongkol. Saat ini, keempat pelaku beserta barang bukti berupa kapal dan hasil tangkapan ikan telah berada di Stasiun PSDKP Tarakan guna proses hukum lanjutan.
“Kita akan lakukan gelar perkara untuk penetapan tersangka. Karena baru kita tangkap,” imbuhnya.
Dilanjutkan Johanis, keempat pelaku sudah melakukan aktivitas penangkapan ikan di Perairan Indonesia lebih dari 3 kali. Keempatnya mengaku sengaja masuk ke Perairan Indonesia, bahkan memberikan perlawanan kepada nelayan lokal yang memperingatkan sudah melanggar batas wilayah penangkapan ikan.
“Mereka suka melempari nelayan lokal menggunakan batu, padahal diperingatkan. Mereka ini sudah tahu betul bahwa sudah masuk ke Perairan Indonesia,” lanjutnya.
Berdasarkan pengakuan pelaku, rumpon yang ada di Perairan Indonesia khususnya Kaltara memiliki hasil yang melimpah dan strategis. Adapun hasil penjaringan ikan di Perairan Indonesia, biasanya akan dijual kembali oleh pelaku di Pulau Mabul, Malaysia.
“Kali ini mereka mengaku sudah dua hari bermalam di Perairan Indonesia, dengan hasil 160 kilogram tuna dan campuran ikan lainnya. Sementara ini kita titipkan di cold storage untuk barang bukti penyerahan ke Jaksa Penuntut umum (JPU),” jelasnya.
Selain masuk ilegal, adanya nelayan asal Malaysia ini dikeluhkan oleh nelayan lokal. Lantaran alat tangkap yang digunakan merupakan pancing ulur yang lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan. Dari aktivitas keempat pelaku dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Pasal 92 dengan ancaman paling lama 8 tahun pidana denda Rp 1,5 miliar.
“Setelah dalam pemeriksaan ternyata kapal itu tidak memiliki perizinan berusaha. Sebagaimana yang dimaksud juga dalam aturan tersebut,” tandasnya. (kn-2)