TARAKAN – Usai produk makanan latiao diduga mengandung bakteri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tarakan langsung melakukan pengawasan. Alhasil, 110 paket makanan latiao diamankan dan dilakukan sampling.
Diketahui, makanan ringan yang aslinya dari Tiongkok ini diduga mengandung bakteri berbahaya. Hingga terdapat tujuh laporan keracunan dari wilayah Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat dan Pamekasan. Kepala BPOM Tarakan Harianto Baan menyebut, terdapat 12 sarana peredaran yang tersebar di Kaltara menjadi target sampling pemeriksaan dari BPOM Tarakan. Dari 12 sarana peredaran, satu diantaranya memasarkan camilan latiao dengan total 110 pcs.
“Kami juga awasi di kantin sekolah, karena laporan keracunan ini dari anak sekolah. Kemudian ada satu sarana yang kami temukan latiao produksi Bekasi itu ada izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dan produk latiao asal Tiongkok tanpa izin edar,” ujarnya, Senin (4/11).
Sarana peredaran latiao ditemukan di salah satu toko swalayan di Tarakan. Terdapat 11 item produk latiao dan hanya 4 diantaranya yang memiliki izin PIRT. Sehingga petugas BPOM langsung menarik produk dan mengamankan keseluruhan latiao untuk uji sampling.
“Kalau pelaku usahanya mengaku tidak tahu (ada izin edar atau tidak). Sejauh ini juga belum ada laporan keracunan di Tarakan,” ucapnya.
Uji sampling tersebut nantinya akan fokus mencari tahu, apakah ada bakteri basilus. Selain itu, mengecek kandungan kimia seperti kadar ph air. Hasilnya diketahui akan keluar pada pekan depan. Ia menegaskan, produk latiao yang diduga beracun berasal dari negara Tiongkok tanpa izin edar. Produk ini pada dasarnya terbuat dari tepung-tepungan dan terdapat minyak cabai. “Kalau pedas, ada kadar keasaman juga,” imbuhnya.
BPOM Tarakan mengimbau kepada masyarakat agar tetap tenang dan memilih pangan dengan mengecek kemasan, label, izin edar dan tanggal kedaluwarsa. Apalagi, produk latiao yang beredar ada yang tidak memiliki izin edar.
“Kalau yang dari Tiongkok ini tidak ada izin edar. Ada yang berizin PIRT, kemungkinan ini yang dikemas ulang. Mungkin produk Tiongkok masuk tanpa izin edar lalu dikemas ulang dan dibuat izin PIRT-nya,” tuturnya. (kn-2)