TARAKAN – Sidang pra peradilan dengan agenda putusan, yang dipimpin hakim tunggal Abdul Rahman Talib, S.H., M.H., mengabulkan pemohon Hasbudi atas kasus perdagangan ilegal.
Untuk itu terhadap hal-hal yang menurut hakim tidak perlu dikabulkan, maka akan ditolak dan tidak akan disebutkan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 PU 2015 serta Peraturan lainnya yang bersangkutan. Pihak termohon yakni Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltara, untuk menghentikan penyelidikan dan bahkan mengembalikan barang-barang yang telah disita sebelumnya.
“Mengadili, satu mengabulkan permohonan pra peradilan pemohon untuk sebagian. Dua, menyatakan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka sebagaimana penetapan tersangka Nomor S.TAP.13.VII. Tahun 2022/Ditreskrimsus tertanggal 15 Juli 2022 didasarkan oleh alat bukti yang belum cukup adalah tidak sah dan batal demi hukum,” kata Abdul Rahman Talib.
Sambungnya, tiga, memerintahkan termohon untuk menghentikan penyelidikan perkara pemohon nomor LP.440 Tahun 2022 Ditreskrimsus Polda Kaltara 6 Mei 2022 dengan alasan tidak cukup bukti.
Empat, memulihkan hak pemohon dalam kemampuan kedudukan dan hak serta martabatnya. Kelima, menyatakan penyitaan terhadap barang pemohon permintaan pemohon sebagaimana tertuang dalam ketetapan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor 367/pen.pid/2022, sampai 484/pen.pid/2022/pn tar yaitu ada 34 penetapan tanggal 2 september 2022 di kembalikan pada pemohon Atau dimana barang itu disita dalam keadaan seperti saat semula disita.
Keenam membebankan perkara ini ke negara. Ketujuh, menolak permohonan selain dan sebagainya. Menanggapi putusan pra peradilan tersebut, Kuasa Hukum Hasbudi, Syamsuddin menyampaikan, pihaknya menghormati putusan hakim.
Syamsuddin menilai penetapan tersangka pada kliennya dan juga penyitaan barang-barang milik pemohon adalah melanggar hak asasi. “Penetapan tersangka serta penyitaan yang dilakukan Polda Kaltara jelas melanggar hak asasi dan hak pribadi dari tersangka. Dan seluruh alat buktinya dan barang-barang pemohon di sita tanpa dasar,” jelas Syamsuddin, Rabu (4/12).
Dengan adanya putusan pra peradilan ini, kata dia, sebagai bukti apa yang dilakukan penyidik Polda Kaltara melanggar hukum seluruhnya. Syamsuddin juga akan segera mengajukan permohonan eksekusi atas barang-barang pemohon dan alat bukti yang telah disita sebelumnya.
“Terkait berkas-berkasnya dan alat bukti masih ada di Polda. Dan untuk pengembaliannya (alat bukti) dan barang-barang milik pemohon kami akan ajukan permohonan eksekusi secepatnya. Karena kita harus tempuh sesuai dengan prosedur,” ungkapnya.
Terkait barang-barang (alat bukti) yang rusak pihaknya akan tempuh langkah-langkah hukum yang lain. Hal senada juga disampaikan Hasbudi. Dia mengaku sangat menghormati putusan yang diputuskan oleh hakim di sidang pra peradilan.
“Kami baru saja menerima putusan pra peradilan, atas gugatan pra peradilan yang kami ajukan pada 1 November 2024. Hakim telah memutuskan bahwa membatalkan penetapan tersangka saya,” ujar Hasbudi.
Bahkan, memerintahkan kepada termohon yaitu Polda Kaltara untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan terkait dengan Hasbudi. Serta mengembalikan barang-barang yang telah disita sebelumnya.
Menanggapi hasil pra peradilan tersebut, Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kaltara Kombes Pol Ronald Purba, pihaknya akan pelajari dahulu putusannya seperti apa.
“Kita menghormati putusan pengadilan. Tapi kan kita juga punya kewajiban untuk menyelesaikan perkara,” terang Ronald Purba, Kamis (5/12).
Dia juga mengatakan, dibawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Perkara yang sedang ditangani ini jadi atensi, termasuk penyelundupan Balpres. “Apalagi ini perkaranya atensi pemerintahan Pak Prabowo juga, masalah penyelundupan. Jadi nanti kita pelajari. Kita juga belum terima salinan putusannya (PN Kota Tarakan). Jadi kita pun belum tahu apa yang ada di putusan. Nantinya kita ambil langkah untuk berlanjut pengembangan aset dan lain-lain,” ujarnya.
Ronald menegaskan, masih akan mengembangkan penyelidikan lanjut dalam peristiwa pidana yang berkaitan dengan TPPU diwaktu proses penyelidikan sejak awal.
“Jadi yang jelas dari peristiwa pidana pokoknya, kita akan mengembang ke aset-aset yang lain itu. Dari itulah di TPPU-nya pada waktu proses penyelidikan di awal,” tegas Ronald. (kn-2)