ASOSIASI Pengusaha Indonesia (APINDO) Kaltara menilai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang baru ini tidak tepat. Bahkan dapat memberi beban berat bagi para pengusaha.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Bidang APINDO Kaltara Jaini Mukmin, dalam pernyataannya terkait kebijakan upah yang baru diumumkan. Jaini mengungkapkan, kebijakan penetapan UMSP yang lebih tinggi dari UMP bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan pengusaha untuk bertahan.
“Bisa dikatakan, pengusaha bisa langsung ‘pingsan’ dengan adanya UMSP yang harus lebih tinggi dari UMP. Ini beban yang sangat berat. Sudah ada UMP, ditambah lagi dengan adanya sektoral yang mungkin tidak bisa dipenuhi sebagian besar pengusaha,” ujarnya, Sabtu (7/12) lalu.
Jaini juga menyoroti angka kenaikan yang dianggap terlalu tinggi dalam penetapan upah tersebut. Kenaikan upah sebesar 6,5 persen sangat drastic, jika dibandingkan dengan perkembangan ekonomi yang ada saat ini.
“Apakah ini tepat? Kami rasa tidak,” imbuhnya.
Angka kenaikan yang tinggi dinilai tidak sebanding dengan kondisi perekonomian yang masih dalam tahap pemulihan. Terutama bagi pengusaha kecil dan menengah yang kesulitan menghadapi lonjakan biaya operasional. Penetapan UMSP yang harus lebih tinggi dari UMP menjadi sorotan.
Menurut Jaini, hal ini menambah kerumitan bagi pengusaha. Terutama yang bergerak di sektor-sektor tertentu yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. “Jika UMSP harus lebih tinggi dari UMP, ini malah menjadi beban tambahan. Kita tidak tahu apakah pengusaha mampu memenuhi hal tersebut,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi. Terutama dalam hal pengendalian harga barang dan kebutuhan pokok masyarakat. “Kami berharap pemerintah bisa lebih fokus mengawal kestabilan harga barang pokok. Bukan hanya fokus pada kenaikan upah tanpa melihat dampaknya terhadap perekonomian secara menyeluruh,” harap Jaini.
Dia juga mengingatkan, meskipun upah minimum merupakan hal yang penting untuk kesejahteraan pekerja. Kenaikan yang tidak disertai dengan pengendalian inflasi dan harga-harga kebutuhan dasar justru bisa berisiko membebani seluruh sektor ekonomi.
“Upah belum naik saja, banyak barang-barang kebutuhan sudah naik. Pajak naik, harga air dan listrik juga naik. Jika upah naik, tanpa diimbangi dengan stabilitas harga barang dan biaya hidup, itu justru tidak akan efektif,” ungkapnya.
Ia menegaskan pentingnya mekanisme yang lebih matang dalam menetapkan kebijakan upah. Seharusnya ada pembahasan yang lebih komprehensif antara pihak pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk menciptakan kebijakan yang seimbang dan menguntungkan semua pihak. (kn-2)