TANJUNG SELOR – Penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kaltara, memicu reaksi keras dari calon Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kebijakan ini merupakan bagian dari keputusan nasional yang menetapkan pengangkatan CPNS secara serentak pada 1 Oktober 2025 dan PPPK 1 Maret 2026. Sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menpan-RB Nomor B/1043/M.SM.01.00/2025 yang diterbitkan pada 7 Maret 2025.
Sejumlah calon ASN yang tergabung dalam Aliansi Benuanta melakukan protes dan menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPD Kaltara, Senin (17/3). Ketua Aliansi Benuanta Zulkarnaen Lubis mengakui, mereka telah memenuhi semua persyaratan untuk pengangkatan PPPK.
Namun, kekecewaan muncul setelah keputusan penundaan diumumkan dalam RDP di DPR RI dengan Kemenpan-RB. “Banyak calon ASN yang telah menaruh harapan besar untuk diangkat tahun ini. Bahkan ada yang tidak sempat merasakan status tersebut karena telah mencapai batas usia,” terangnya.
Aliansi Benuanta mendesak adanya kejelasan, terkait status mereka dan berharap aspirasi dapat disampaikan dengan baik. “Kami menilai tidak ada urgensi untuk penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Perwakilan Aliansi dari Kabupaten Bulungan Dewi mengungkapkan, sudah ada pembicaraan dengan Bupati Bulungan. Kemudian, Bupati Bulungan telah menyarankan untuk menunggu keputusan lebih lanjut yang dijadwalkan pada 20 Maret 2025.
“Kami mempertanyakan apakah Kemenpan-RB dapat menjamin usia kami hingga Maret 2026. Bahkan kami menyoroti beberapa daerah telah mengeluarkan surat penolakan terhadap penundaan pengangkatan,” bebernya.
Sementara itu, Asisten III Setprov Kaltara Pollymaart Sijabat mengajak semua pihak untuk berpikir cerdas. Dalam menyikapi informasi yang beredar dan menekankan kebijakan pusat harus diikuti. Penetapan NIP tetap berlanjut dan pengangkatan ASN tidak dilakukan serentak.
“Saya setuju dengan aspirasi teman-teman untuk pengangkatan Maret 2025 ini. Namun yang kita hadapi saat ini kebijakan pusat. Sehingga instruksi presiden harus kita ikuti. Namun kita dapat berargumen dan melakukan pembelaan. Sehingga biarkan itu bergulir dan menjadi tugas kami,” tuturnya.
Plt BKD Kaltara Yusuf Suardi menambahkan, dari segi anggaran Kaltara sudah siap. Ia memahami permasalahan di daerah lain menjadi penyebab perubahan jadwal pengangkatan. Namun, jika ada skema lain dari Pemerintah Pusat untuk mengakomodir pengangkatan, Kaltara siap melaksanakannya.
“Keinginan teman-teman akan kami suarakan,” singkatnya.
Menengahi RDP itu, Ketua Komisi I DPRD Kaltara Alimuddin menyatakan, keprihatinannya atas penundaan ini. DPRD Kaltara telah memantau perkembangan terkait masalah ini dan berkomitmen mencari solusi terbaik bagi para calon ASN.
“Di tingkat pusat, DPR RI telah menekan pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah pengangkatan PPPK ini. Sejalan dengan aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan dari Aliansi ini, kami juga akan membawa aspirasi ini ke pusat,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK di Kaltara telah menimbulkan berbagai reaksi dan aspirasi dari berbagai pihak. Pemerintah daerah dan DPRD Kaltara berkomitmen menyuarakan aspirasi tersebut ke Pemerintah Pusat. Dengan harapan kebijakan yang diambil dapat mempertimbangkan kondisi dan kesiapan daerah serta kesejahteraan para calon ASN.
Sementara di Kota Tarakan, tenaga kontrak yang bekerja di lingkungan Pemerintah Kota Tarakan menyatakan penolakan terhadap keputusan Pemerintah Pusat terkait penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK. Perwakilan Ikatan Tenaga Kontrak Kota Tarakan, Jauhari menyatakan keputusan itu merupakan bentuk kekecewaan besar terhadap kebijakan Pemerintah Pusat.
Ia mencatat tenaga honorer di Indonesia saat ini mencapai sekitar 1,7 juta orang. “Makanya kami meminta DPRD Kota Tarakan menyampaikan aspirasi ini tingkat Pemerintah Pusat. Menegaskan bahwa Kota Tarakan telah siap melaksanakan pengangkatan CPNS dan PPPK, baik dari sisi anggaran gaji, tunjangan maupun dana orientasi. Tidak ada alasan valid dari pihak kementerian untuk menunda proses pengangkatan,” tegasnya, Senin (17/3).
Ia menyoroti jadwal yang sebelumnya dirilis Pemerintah Pusat, mulai dari pelaksanaan tes hingga penetapan NIP, telah terlanjur ditunda, memicu kekecewaan mendalam. Penundaan ini dianggap berdampak serius, terutama bagi para tenaga honorer yang mendekati ambang batas usia pensiun.
Jika pengangkatan dilakukan pada 1 Maret 2026 seperti yang direncanakan, sebagian dari mereka akan melewati batas usia kelayakan dan akan terdiskualifikasi. Hal ini memicu pertanyaan, apakah aturan yang memperbolehkan tambahan satu tahun masa kerja bagi mereka yang melewati batas usia tidak melanggar Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023.
Padahal dalam undang-undang itu, disebutkan batas usia pensiun ASN adalah 58 tahun. Berdasarkan data dari BKPSDM Kota Tarakan, jumlah tenaga honorer di Kota Tarakan yang akan diangkat sebanyak 559 orang. Rincian tahap pertama PPPK 449 orang. Namun, kebijakan Pemerintah Pusat telah menunda proses pengangkatan CPNS dan PPPK yang semula dijadwalkan pada tahun 2025 menjadi tahun 2026.
Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan, Edi Patanan, mengungkapkan keputusan ini telah menimbulkan polemik. Ia menegaskan pihak DPRD dan pemerintah daerah menolak Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB). Mereka meminta agar jadwal pengangkatan tetap dilakukan sesuai rencana awal pada tahun 2025.
Edi juga mempertanyakan alasan mendasar dari penundaan ini. Ia meminta penjelasan dari BKN dan Menpan RB terkait urgensi keputusan tersebut. “Kami juga meminta agar SK penundaan tersebut dievaluasi dan dicabut. Semua kebutuhan terkait pengangkatan CPNS dan PPPK, termasuk gaji, TPP, serta biaya pelatihan dasar, telah dianggarkan dalam APBD Kota Tarakan untuk periode Juli-Desember 2025,” tegasnya.
Pihak DPRD dan perwakilan tenaga honorer berencana mengajukan aspirasi mereka secara langsung ke BKN dan Menpan RB di Jakarta. Mereka akan menyoroti dampak keputusan ini terhadap tenaga kerja yang hampir mencapai usia pensiun. Di mana aturan saat ini menyebutkan batas usia pensiun ASN adalah 58 tahun.
Edi menilai kondisi ini sangat merugikan tenaga kontrak yang telah lolos seleksi pada tahun 2024. Beberapa di antara mereka mungkin tidak dapat diangkat jika pengangkatan benar-benar dilakukan pada tahun 2026. Karena sudah mencapai usia pensiun.
“Terkait permintaan tambahan kesejahteraan bagi tenaga kontrak, sulit direalisasikan karena anggaran untuk tahun 2025 telah disahkan. Namun, peluang penyediaan anggaran di tahun-tahun mendatang jika keadaan keuangan daerah memungkinkan. Semua keputusan akan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah untuk merealisasikan usulan itu,” tutupnya. (kn-2)