Manfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu

PERHUTANAN SOSIAL: Program perhutanan sosial tak hanya pemanfaatan kayu, melainkan mengedepankan pengelolaan produk-produk lain yang ada di hutan,

TANJUNG SELOR – Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung kelestarian hutan, pemerintah telah menggalakkan program perhutanan sosial.

Program ini untuk memperkuat kerja sama, antara masyarakat di sekitar hutan dengan pengelola hutan. Melalui program ini, masyarakat di sekitar kawasan hutan dapat mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan BPH. Salah satu strategi yang ditempuh, dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Produk-produk non-timber ini mencakup berbagai komoditas seperti getah-getah bernilai ekonomi, rotan. Serta gemor yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat nyamuk. Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dinas Kehutanan Kaltara Nustam menerangkan, program perhutanan sosial tidak hanya berfokus pada pemanfaatan kayu. Melainkan juga mengedepankan pengelolaan produk-produk lain yang ada di hutan, seperti produk dari hutan mangrove.

Baca Juga  Perlu Alternatif DOB Tanjung Selor

“Di beberapa lokasi, masyarakat telah mengembangkan sirup dari buah mangrove, serta produk turunan lain yang memiliki nilai ekonomi. Di daerah Salimbatu, misalnya petis hasil hutan mulai dimanfaatkan sebagai komoditas lokal,” jelasnya, belum lama ini.

Dalam mewujudkan kemitraan ini, pihak pengelola hutan diwajibkan menjalin kerja sama dengan masyarakat sekitar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 285 Tahun 2024 tentang Kemitraan Konsesi Hutan, pemegang izin PBPH wajib mengintegrasikan potensi masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Upaya ini telah digalakkan melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan pembinaan yang melibatkan penyuluh kehutanan. Serta pertemuan publik di setiap kegiatan perhutanan. Melalui kegiatan ini, masyarakat diberikan pemahaman mengenai kewajiban pemegang izin untuk memberdayakan potensi lokal.

Baca Juga  3.012 Pemilih Pindah Memilih

Salah satu tahapan penting dalam program ini, identifikasi potensi lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Proses tersebut meliputi pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai wadah kerja sama antara masyarakat dan perusahaan pengelola hutan.

Setelah terbentuk, kelompok ini akan mengadakan pertemuan dengan pihak PBPH untuk menyusun Naskah Kesepakatan Kerjasama (NKK). “NKK mencakup detail mengenai lokasi, jenis produk HHBK yang akan dikembangkan, peran masing-masing pihak, serta mekanisme bagi hasil. Setelah disepakati, NKK akan diserahkan kepada pihak berwenang sebagai persetujuan kemitraan,” tuturnya.

Hingga saat ini, baru satu kemitraan sosial perhutanan yang telah mendapatkan persetujuan. Yaitu antara kelompok tani hutan di daerah Sajau, yang mengembangkan karet melalui kerja sama dengan PT KMS. Meski demikian, proses identifikasi potensi dan komunikasi antara pemegang izin dengan masyarakat masih terus dilakukan. Dengan harapan dapat menjangkau lebih banyak potensi, seperti pengelolaan rotan.

Baca Juga  Target Penghitungan Kecamatan Tuntas Hari Ini

Pembinaan dan evaluasi rutin juga dilakukan untuk memastikan pemegang izin tidak mengabaikan kewajibannya. Jika terjadi kelalaian atau penyimpangan, akan diterapkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

“Hal ini merupakan bagian dari upaya pengawasan, agar hasil hutan bukan kayu tetap dikelola secara optimal dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat,” tegasnya.

Dengan sinergi yang kuat antara masyarakat dan pengelola hutan, program perhutanan sosial diharapkan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Tetapi juga menjaga kelestarian hutan sebagai aset vital, bagi pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Utara. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini