TARAKAN – Pada momen arus balik Lebaran, Badan Perlindungan dan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalimantan Utara (Kaltara) mengantisipasi masuknya calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal.
Kepala BP3MI Kaltara Kombes Pol F Jaya Ginting mengatakan, langkah antisipasi akan dilakukan melalui kegiatan preventif dan represif dengan menggandeng instansi penegak hukum. Tahun ini, terdapat 30 orang calon pekerja yang berhasil dicegah keberangkatannya karena terindikasi ilegal. Berdasarkan data BP3MI, mayoritas dari mereka berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Selatan.
“Kerja sama terutama dilakukan dengan instansi seperti TNI, Polri, serta petugas penjaga perbatasan di berbagai titik penyeberangan ilegal. Upaya preventif sudah dilaksanakan sebelumnya melalui sosialisasi, distribusi brosur, dan penyampaian imbauan,” ujarnya, Rabu (9/4).
Dalam pengawasan ini, petugas bersiaga di lokasi-lokasi yang dianggap rawan, khususnya pada masa Idulfitri seperti sekarang. Jika ditemukan indikasi calon pekerja ilegal, tindakan langsung akan diambil. Pada momen ini, biasanya banyak warga yang pulang kampung atau mudik, termasuk mereka yang menggunakan modus tertentu seperti paspor.
Untuk mengatasi hal tersebut, BP3MI bekerjasama dengan Imigrasi Nunukan melalui langkah penyaringan awal dan akhir yang melibatkan Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Dakim).
“Yang terindikasi melanggar aturan, BP3MI akan menunda keberangkatan mereka dan mengarahkan proses penempatan sesuai prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Pasal 13 terkait syarat menjadi pekerja migran,” sebutnya.
Menurut Ginting, migrasi pekerja sebenarnya bukan fenomena baru. Bahkan sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1937, migrasi tenaga kerja sudah menjadi hal yang lumrah. Ia menjelaskan, secara historis, hubungan emosional dan etnografis antara Indonesia dan Malaysia tergolong erat.
Misalnya, di Sabah, penduduk asal Sulawesi Selatan tercatat mencapai 60-65 persen dari total populasi di wilayah tersebut. Berdasarkan pemetaan BP3MI, terdapat sekitar 100 titik perlintasan yang perlu diawasi ketat, karena berpotensi menjadi jalur keluar-masuk pekerja ilegal.
Beberapa di antaranya berada di wilayah Malinau serta Sei Menggaris, Nunukan. “Beberapa lokasi seperti Kilo 1, Kilo 5, Kilo 11, hingga Lumbis Pansiangan juga dianggap memiliki potensi tinggi sebagai jalur perlintasan. Karena BP3MI belum memiliki kantor di wilayah tersebut. Koordinasi dilakukan bersama pihak Lumbis dan petugas penjaga perbatasan di titik-titik tersebut,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Tim Satgas Gabungan yang terdiri dari Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Satgas Bais TNI, dan Satgas Intelijen Kodam VI/Mulawarman, pada Sabtu (5/4) lalu, berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 16 orang Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal yang hendak menyeberang ke Tawau, Malaysia melalui pelabuhan tidak resmi di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan.
Penggagalan ini bermula dari informasi masyarakat yang diterima Dantim Bais TNI Kapten Inf Sinambela. Mengenai rencana penyelundupan rombongan CPMI ilegal yang akan berangkat menggunakan speedboat dari Pelabuhan Somel. Menindaklanjuti informasi tersebut, Sinambela segera berkoordinasi dengan Pasiintel Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Lettu Arm Haikal Ibnu Adnin Ashar, untuk melakukan upaya pencegahan.
Tim gabungan kemudian bergerak ke titik koordinat yang telah ditentukan dan menempati posisi, untuk melakukan ambush terhadap kendaraan pengangkut CPMI ilegal. Tak berselang lama, tim mengidentifikasi dua unit kendaraan yang dicurigai, yakni Toyota Innova hitam dengan nomor polisi KT 1535 QM dan Toyota Avanza abu-abu berplat polisi KT 1960 KM (menggunakan plat palsu DP 1578 LC).
Dikatakan Dansatgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Letkol Arm Gde Adhy Surya Mahendra, dua unit kendaraan diberhentikan di daerah Sungai Limau, Kecamatan Sebatik Utara, namun berusaha melarikan diri. Tim segera melakukan pengejaran. Mobil Toyota Innova berhasil dihentikan di Pos Dalduk Aji Kuning, Jalan Poros Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Tengah.
Menurut Mahendra, keberhasilan ini merupakan bentuk nyata dari komitmen dalam menjaga wilayah perbatasan dari segala bentuk aktivitas ilegal. Termasuk pengiriman CPMI non-prosedural yang sangat rentan menjadi korban eksploitasi dan perdagangan manusia.
“Kami akan terus meningkatkan pengawasan dan menjalin kerja sama dengan masyarakat serta instansi terkait,” tegasnya. (kn-2)