Sosialisasi Uang Asli Sasar Pedagang Gusher

SOSIALISASI UANG ASLI: Perwakilan KPwBI Kaltara sosialisasi uang asli di Pasar Gusher Tarakan, Rabu (7/5) lalu.

TARAKAN – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Utara (Kaltara) menggelar sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada para pedagang di Pasar Gusher Tarakan, Rabu (7/5) lalu.

Kegiatan ini untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap peredaran uang palsu dengan memahami karakteristik uang asli. Kepala Seksi Pengelolaan Uang Rupiah KPwBI Kaltara Hendra Desta menegaskan Bank Indonesia tidak pernah mensosialisasikan uang palsu.

“Kita perlu jelaskan, Bank Indonesia itu tidak pernah mensosialisasikan ciri-ciri uang palsu. Tapi kita sosialisasikan ciri-ciri uang asli. Kenapa? Dengan kita mengenali uang asli, Insya Allah kita tidak akan tertipu dengan uang palsu,” jelasnya.

Baca Juga  Kasus Penyelundupan Kosmetik Ilegal, Tetapkan Satu Tersangka

Menurut Hendra, ada tiga level untuk mengenali uang asli. Level pertama adalah pengenalan secara kasat mata atau dikenal dengan metode 3D: Dilihat, Diraba, dan Diterawang.

“Dengan hanya 3D, InsyaAllah kita tidak akan tertipu. Level kedua menggunakan alat bantu khusus, dan level ketiga hanya bisa dilakukan oleh ahli di Bank Indonesia,” katanya.

Dalam kegiatan tersebut, pedagang juga diajak mengamati uang rupiah secara langsung. Termasuk memperhatikan bagian tulisan “Indonesia” yang terlihat jelas. Hologram logo Bank Indonesia, serta benang pengaman yang biasanya tidak dimiliki oleh uang palsu.

Baca Juga  Sabu 3,2 Kg Disembunyikan dalam Perut Ikan

“Banyak uang palsu yang tidak memiliki benang pengaman asli. Biasanya hanya berupa gambar saja, tidak timbul saat diraba,” ujar Hendra.

Seorang pedagang pasar, Arief menyambut baik kegiatan ini. Ia mengaku pernah menerima uang yang diragukan keasliannya.

“Ya, ada sedikit pengetahuanlah. Mungkin selama sebulan pernah juga dapat uang palsu. Tapi di sini hanya dikasih tahu tentang uang asli, bukan ciri uang palsu,” katanya.

Arief juga menyinggung kondisi ekonomi dan dampaknya terhadap pasar tradisional. Ia mengaku sudah berjualan sejak 2010 dan merasakan penurunan pengunjung sejak 2014.

Baca Juga  Hindari Penumpukan Pemilih di TPS

“Mulai 2014 itu sudah turun. Medsos (media sosial) juga berpengaruh, orang belanja online. Ditambah lagi corona lalu, makin sepi,” ujar Arief.

Meski begitu, ia tetap bertahan karena memiliki lapak sendiri. “Aku nggak nyewa, jadi masih bisa bertahan. Tapi banyak juga yang sewa, itu yang berat,” ungkapnya.

Arief menyebut, saat ini omzet hariannya berkisar Rp1 juta, jauh menurun dibanding masa keemasan saat bisa meraup hingga Rp 10 juta per hari. Ia berharap sosialisasi semacam ini bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam bertransaksi tunai, serta mendorong pemulihan ekonomi di pasar tradisional. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini