Soal Pelanggaran Hak Masyarakat Adat di Kaltara Jadi Perhatian Serius Komnas HAM

TANJUNG SELOR – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) menaruh perhatian serius terhadap persoalan pelanggaran hak masyarakat adat yang terjadi di wilayah Kalimantan Utara (Kaltara).

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, belasan laporan terkait pelanggaran hak adat masuk ke Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM RI Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Saurlin P. Siagian, mengungkapkan jumlah laporan yang diterima tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kaltara yang relatif kecil.

“Jumlah laporan yang masuk cukup banyak, belasan kasus sejak 2023 hingga Juni 2025. Ini tergolong tinggi untuk provinsi dengan populasi sekitar 700 ribu jiwa,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Baca Juga  Penumpang Arus Balik Meningkat

Menurut dia, sebagian besar laporan yang diterima terkait dengan kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Terutama yang berupaya mempertahankan wilayah adat mereka dari ekspansi perusahaan besar. Tak jarang, warga yang memperjuangkan tanah leluhur justru dilaporkan dan ditetapkan sebagai tersangka.

“Masalah utamanya seringkali berakar pada konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan yang telah mendapat izin konsesi. Akibatnya, masyarakat adat rentan dikriminalisasi saat berusaha mempertahankan wilayah adatnya,” jelasnya.

Komnas HAM memandang perlu adanya pendekatan baru dalam menyelesaikan persoalan sengketa lahan. Salah satunya dengan melibatkan lintas kementerian, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Dalam Negeri, guna meninjau kembali izin-izin lahan yang berpotensi bermasalah.

Baca Juga  Pelayanan Disdukcapil Kerap Dikeluhkan

“Persoalan ini tidak bisa dilihat hanya dari aspek hukum semata. Perlu dicek juga apakah ada kesalahan administratif dalam proses perizinan di masa lalu,” ungkapnya.

Komnas HAM menilai perlindungan hak masyarakat adat tak akan berjalan optimal, tanpa adanya pengakuan resmi terhadap komunitas adat. Oleh karena itu, Saurlin mendesak Pemerintah Pusat dan daerah untuk mempercepat proses pengakuan masyarakat adat secara hukum dan administratif.

“Ketiadaan pengakuan hanya akan memperpanjang rantai konflik. Pemerintah harus segera mendorong kebijakan yang memperkuat posisi hukum masyarakat adat,” tegasnya.

Baca Juga  Produk UMKM Sudah Penuhi Standar Ekspor

Kalimantan Utara disebut sebagai salah satu provinsi yang rawan terjadi pelanggaran hak masyarakat adat. Karena tingginya potensi eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Masuknya berbagai investasi besar, termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN), serta perusahaan tambang, batu bara, dan kelapa sawit, memperbesar tekanan terhadap wilayah adat.

Meskipun pemerintah daerah disebut telah berupaya menanggulangi persoalan ini, Saurlin menilai langkah-langkah yang dilakukan sejauh ini belum mampu memberikan perlindungan nyata. Jika pengakuan terhadap hak adat terus tertunda, maka risiko terjadinya pengusiran paksa, kriminalisasi, dan konflik horizontal akan terus berulang. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini