Terancam Pemotongan Dana Pusat

DISKUSI: Wamendagri Bima Arya Sugiarto bersama Gubernur Kaltara dan Komisi II DPR RI melakukan diskusi di Tarakan, Jumat (3/10) lalu.

TARAKAN – Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi pusat perhatian nasional terkait isu penyesuaian dana transfer dari pusat dan pembangunan kawasan perbatasan.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto memaparkan adanya isu efisiensi transfer ke daerah (TKD). Karena sebagian besar dana tidak terserap maksimal. Bahkan simulasi pengurangan transfer menunjukkan sebagian besar daerah berpotensi gagal memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Bima menegaskan, meski ada upaya efisiensi dan realokasi program ke pusat. Pemerintah Pusat telah menambah Rp 43 triliun pada TKD. Agar kewajiban dasar daerah seperti membayar gaji guru dan layanan kesehatan tetap berjalan. Namun, ia mendorong daerah untuk optimalisasi belanja dan peningkatan inovasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat.

Baca Juga  Penduduk Kaltara Bertambah 7.460 Jiwa

“Pembangunan tetap harus berjalan di 2026 dan daerah tidak boleh terlalu terdampak hingga menimbulkan instabilitas,” ujar Bima.

Bima juga menyinggung Kemendagri tengah menyusun grand design otonomi daerah yang akan menjadi dasar evaluasi. Termasuk terhadap daerah hasil pemekaran seperti Kaltara.

Di tempat yang sama, Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang menyampaikan, status Kaltara sebagai garda terdepan NKRI yang berbatasan langsung dengan Malaysia melalui Sebatik, Krayan, Lumbis Ogong, dan Long Midang, membutuhkan dukungan kebijakan pusat yang berkelanjutan.

Isu perbatasan menjadi poin krusial dalam pertemuan ini. Gubernur mengeluhkan kondisi geografis Kaltara yang menantang. Di mana masih banyak lokasi yang sulit dijangkau. Salah satu persoalan mendesak yakni Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Krayan dan Sebatik yang masih menunggu pembangunan.

Baca Juga  Dua Napi Lapas Kelas II A Tarakan Terima Remisi Waisak

“Di Krayan, meskipun berbatasan langsung dengan Malaysia, hingga kini masih terdapat PLBN yang belum terbangun,” kata Zainal.

Anggota Komisi II DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyoroti ancaman pemotongan anggaran yang akan sangat berdampak pada Kaltara. Pemotongan ini, menurutnya, berdampak langsung pada pemenuhan belanja wajib seperti pendidikan dan kesehatan.

“Tahun 2025, transfer pusat ke daerah dipotong sekitar R p50 triliun, dan rencananya tahun 2026 akan dipotong lebih besar lagi hingga Rp 170–200 triliun. Padahal, di Kalimantan Utara, lebih dari 80 persen APBD berasal dari transfer pusat,” ungkap Deddy.

Baca Juga  Atasi Laka Laut, Speedboat Harus Tertib

Komisi II DPR RI menyoroti, PLBN yang sudah ada pun terkendala akses. Kondisi ini menghambat pengembangan ekonomi perbatasan dan meningkatkan risiko aktivitas lintas batas ilegal, termasuk narkoba.

“Akses jalan ke PLBN sebagian besar belum memadai. Bahkan banyak yang masih berupa jalan tanah atau belum ada sama sekali,” tegas Deddy.

Selain itu, Komisi II juga mendesak pembenahan reforma agraria di Kaltara yang kompleks. Akibat tumpang tindih klaim lahan dan status kawasan hutan yang tidak jelas, yang berpotensi memicu keresahan sosial. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini