TARAKAN – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II A Tarakan mengambil langkah proaktif dengan menginisiasi sosialisasi, terkait berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru.
Sosialisasi ini bertujuan menyinergikan peran seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) menjelang implementasi KUHP baru pada 2 Januari 2026. Kepala Bapas Kelas II Tarakan Rita Ribawati menjelaskan, KUHP baru akan membawa perubahan signifikan. Khususnya pada peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas.
“Di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 ada peran Pembimbing Kemasyarakatan yang signifikan. Kami harus bersinergi antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan dengan Bapas Tarakan. Sekaligus penguatan untuk PK kami mengenai teknis pidana pengawasan dan pidana kerja sosial,” ujar Rita, Selasa (7/10).
Menurut Rita, tujuan utama KUHP baru mengubah sistem pemidanaan dari yang semula berorientasi pada pembalasan menjadi sistem pembinaan. Pidana penjara akan menjadi langkah terakhir (ultimum remedium).
Rita memaparkan, dalam KUHP baru terdapat empat jenis pidana pokok. Di mana pidana pengawasan dan pidana kerja sosial menjadi fokus utama. Peran Bapas sangat krusial dalam dua jenis pemidanaan ini.
“Nanti misalnya divonis pidana pengawasan, kami harus sinergi dengan Kejaksaan. Pun demikian dengan pidana kerja sosial. Bapas yang akan melakukan pengawasan, sementara Kejaksaan yang mengeksekusi,” jelasnya.
Selain itu, KUHP baru juga memperkuat konsep Restorative Justice (RJ) untuk tindak pidana tertentu. Terutama yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun. Seperti kasus pencurian ringan, asalkan ada kesepakatan damai dengan korban. Sementara kasus narkoba tidak bisa dilakukan RJ.
“Kalau di KUHP yang lama, semua orang harus dipenjara. Di KUHP yang baru tidak. Tak semua harus masuk penjara, dan di sinilah peran Bapas hadir mendampingi,” tegas Rita.
Rita menyebut, saat ini Bapas Tarakan memiliki 13 Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang harus menangani sekitar 1.400 klien yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota se-Kalimantan Utara (Kaltara). Khusus di Tarakan, jumlah klien mencapai lebih dari 600 orang.
Jangkauan wilayah yang luas menjadi kendala, sebab 1 PK harus menangani 80-90 klien. Termasuk yang berada di wilayah terpencil seperti Sebatik dan Malinau. Pihaknya mengoptimalkan anggaran untuk pengawasan, termasuk memanfaatkan teknologi.
“Kami sudah melalui WA Group untuk wajib lapor bagi klien yang tidak punya uang atau anggaran. Jadi bisa video call atau wajib lapor di WA Group,” ungkapnya.
Sosialisasi yang diinisiasi Bapas ini menjadi yang pertama di antara APH lain di Kaltara. Tujuannya agar para PK siap dan memiliki wawasan luas sebelum regulasi baru ini benar-benar berjalan.
“Kami inisiasi penguatan ini agar PK tidak kaget. Kami hanya tinggal menunggu undangan dari APH lain, untuk mensinergikan lagi peran masing-masing ke depannya,” pungkas Rita. (kn-2)