TANJUNG SELOR – Tiga belas tahun sejak berdiri, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masih berjuang menaklukkan tantangan besar. Yakni membuka akses di wilayah perbatasan yang sulit dijangkau.
Meski dikenal kaya sumber daya alam, sebagian wilayah Kaltara seperti Krayan di Kabupaten Nunukan dan Apau Kayan di Malinau masih berupaya dengan keterisolasian.
“Sebagai provinsi baru, kami masih terus berproses. Beberapa daerah di Kaltara, terutama di perbatasan, belum mudah diakses. Pembangunan infrastruktur masih menjadi pekerjaan besar,” ujar Wakil Gubernur Kaltara Ingkong Ala, Rabu (15/10).
Ia menggambarkan realitas di Krayan yang hingga kini hanya dapat dijangkau melalui transportasi udara menggunakan pesawat perintis. Jalan darat dari Malinau menuju Krayan belum berfungsi optimal. Membuat masyarakat hidup dalam ketergantungan terhadap udara dan cuaca.
Kondisi serupa juga dialami masyarakat Apau Kayan, yang selama ini hanya bisa keluar melalui jalur darat dari Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Namun, jalur itu pun merupakan jalan perusahaan kayu PT Sumalindo yang kini rusak parah.
“Untuk membeli kebutuhan pokok saja, warga harus menempuh perjalanan berhari-hari di jalan yang rusak berat. Kadang mobil amblas atau rusak di tengah jalan,” tuturnya.
Atas kondisi ini, Pemerintah Provinsi Kaltara berharap Pemerintah Pusat tidak melakukan efisiensi anggaran terhadap pembangunan fisik di wilayah perbatasan.
“Harapannya, jangan ada pengurangan anggaran pusat untuk Kaltara. Pembangunan di wilayah ini sangat berat dan butuh dukungan besar,” tegasnya.
Selain akses jalan, Kaltara juga masih menanti perhatian lebih terhadap pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Beberapa PLBN telah berdiri, namun konektivitas pendukungnya belum memadai. Sehingga belum bisa berfungsi maksimal.
“Kaltara bukan hanya wajah Indonesia di perbatasan, tapi juga simbol kedaulatan dan kesetaraan pembangunan. Jika infrastrukturnya kuat, maka semangat nasionalisme di perbatasan juga akan tumbuh lebih kokoh,” ujarnya. (kn-2)