Perpres dan Koordinasi MBG Disorot Ombudsman

DAPUR MBG: Ombudsman RI bersama Pemkot Tarakan meninjau dapur produksi SPPG di SMA Muhammadiyah Tarakan, Rabu (22/10).

TARAKAN – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Tarakan secara umum dinilai berjalan baik dan sesuai tujuan.

Namun, Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais yang meninjau langsung pada Rabu (22/10) menemukan kendala mendasar. Perihal ketiadaan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum utama program ini. Kunjungan Indraza yang membidangi sektor pendidikan dan anak, meliputi peninjauan dapur produksi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan proses distribusi di SDN Utama 2 Tarakan.

Indraza menegaskan, tanpa adanya Perpres yang jelas, pelaksanaan di daerah masih bergantung pada improvisasi dan sulit mencapai standardisasi.

Baca Juga  Dua Perempuan Diringkus, Sempat DPO

“Kalau Perpresnya sudah keluar, itu akan menjadi dasar penting bagi daerah untuk menyusun aturan turunan seperti Perwali atau Pergub. Sehingga pelaksanaannya punya standar yang sama di seluruh daerah,” jelasnya.

Menurut Ombudsman, standardisasi sangat diperlukan untuk memastikan konsistensi dalam rantai pasokan, standar gizi, kebersihan, hingga tanggung jawab antar instansi.

Selain kendala regulasi, Ombudsman juga menyoroti perlunya peningkatan pengawasan pada proses penyiapan dan pembersihan dapur untuk menjaga higienitas. Meskipun secara umum fasilitas dapur di Tarakan sudah tergolong memadai. Indraza secara khusus menekankan pentingnya peran aktif pemerintah daerah (Pemda) dalam pelaksanaan program MBG.

Baca Juga  Dua Kapal Angkutan Lebaran Tahun 2025 di Uji Petik

“Dalam praktik di lapangan, yang berhadapan langsung dengan pelaksanaan program adalah pihak daerah. Jadi peran pemda harus diperkuat, tidak bisa hanya pusat yang mengawasi,” tegasnya.

Ombudsman mencatat, arah pelaksanaan program MBG di Tarakan sudah benar dan belum ditemukan kendala serius. Namun evaluasi mendalam akan terus dilakukan setelah Perpres diterbitkan.

Wakil Wali Kota Tarakan Ibnu Saud yang mendampingi peninjauan, membenarkan adanya kebutuhan mendesak akan kejelasan acuan teknis. Ia mengakui, Pemkot kesulitan membuat penilaian kuantitatif tanpa adanya standar baku dari pusat.

Baca Juga  Waspadai Beras Palsu

“Kalau mau bilang bagus, ukurannya apa? Mau bilang jelek, ukurannya apa? Karena itu benar-benar tidak jelas,” ujar Ibnu.

Ia mencontohkan, ketiadaan SOP jelas membuat Pemkot sulit menentukan standar teknis seperti kewajiban penggunaan sarung tangan atau penutup kepala saat penyajian makanan. Meskipun demikian, Ibnu menilai kualitas penyajian makanan di lapangan sudah di atas rata-rata rumah tangga dan dikemas dalam wadah tertutup berbahan logam.

“Tapi kami terus melakukan pengawasan internal sambil menunggu juklak dan juknis resmi dari Pemerintah Pusat,” tuturnya. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini