TARAKAN – Rocky Gerung menantang pemuda dan aktivis Kalimantan Utara (Kaltara) untuk tidak hanya marah-marah di jalan. Tetapi menuntut negara mewujudkan pertumbuhan ekonomi sejati tanpa merusak lingkungan.
Dalam diskusi di Rumah Aspirasi Deddy Sitorus, Selasa (28/10), Rocky menegaskan pentingnya Tarakan sebagai sumber aspirasi, menepis anggapan bahwa pemikiran besar selalu datang dari pusat, dan mendesak pemuda menjadi arsitek perubahan.
Dalam “Diskusi Akal Sehat” yang diselenggarakan di Rumah Aspirasi Deddy Sitorus, Tarakan, Rocky menyebut pertumbuhan ekonomi selalu menjadi beban ekonomi.
“Kalau ekonomi itu tumbuh 8 persen misalnya, kerusakannya berapa persen?,” tuturnya.
Ia mendesak pemuda Kaltara agar aktif dan mulai menuntut perhitungan pertumbuhan ekonomi tidak merusak lingkungan. Menurutnya, aktivisme harus melampaui aksi unjuk rasa, bergerak pada tuntutan konkret. Agar kerusakan lingkungan dihitung nol dalam setiap persentase pertumbuhan.
Dalam pernyataannya, Rocky secara khusus menyoroti pentingnya Tarakan sebagai sumber aspirasi dan wadah ekspresi murni bagi para pemuda. Ia menegaskan bahwa gagasan besar tidak harus selalu berasal dari pusat dan mendorong Rumah Aspirasi. Meski diinisiasi Deddy Sitorus, untuk menjadi motor penggerak ide-ide pemuda.
“Makanya kami mendorong aktivis Kaltara untuk mengaitkan perjuangan lokal dengan isu-isu global. Rencana konferensi dunia tentang ekologi dan perjuangan hak masyarakat adat di Indonesia yang diperjuangkan di tingkat nasional melalui Deddy Sitorus. Sebagai bagian dari perjuangan masyarakat adat sedunia,” jelasnya.
Lebih jauh, filosof ini menyarankan aktivis untuk secara rutin terkoneksi dengan gerakan serupa di Amerika Latin dan Eropa. Ia bahkan mengusulkan agar konferensi iklim global seperti COP ke-30 diadakan di Kaltara. Untuk menyoroti isu lingkungan dan masyarakat adat di kawasan tersebut. Khususnya yang berkaitan dengan carbon trading.
Rocky juga menantang narasi konservasi yang diusung negara, yang sering kali hanya menjadi kamuflase kepentingan ekonomi. Ia mengajak aktivis untuk mempertanyakan setiap kebijakan. Termasuk pengambilan hasil sumber daya untuk ditanam kembali atau replanting pohon.
“Kalian harus ada di dalam kisah ini, pulang untuk kepentingan ekonomi atau replant untuk ekologi,” ungkapnya, menekankan bahwa keselamatan bumi adalah keselamatan manusia, lingkungan, dan masa depan.
Ia menutup dengan menekankan pentingnya aktivisme fisik atau aksi lapangan dan demokrasi (dialog dan argumentasi). Menepis anggapan bahwa aktivisme hanya sebatas marah-marah di jalan. (kn-2)