Pertimbangkan Kebijakan Tarif PBBKB

TEKAN INFLASI: Kenaikan tarif PBBKB dapat berdampak pada harga BBM yang akhirnya berpotensi meningkatkan inflasi.

TANJUNG SELOR – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menginstruksikan seluruh gubernur di Indonesia, untuk memberikan insentif terhadap Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebagai upaya dalam meredam inflasi.

Kenaikan tarif PBBKB dapat berdampak pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan inflasi. Imbauan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500.2.3/12566/SJ. Sebelumnya, tarif PBBKB diatur paling tinggi 10 persen berdasarkan Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Baca Juga  Kaltara Usulkan Pemasangan 57 BTS

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kalimantan Utara (Kaltara) Tomy Labo mengatakan, dalam SE Mendagri kenaikan tarif PBBKB akan berimplikasi pada peningkatan nilai atau harga BBM. Terutama BBM nonsubsidi yang harus dibayar konsumen. PBBKB merupakan salah satu komponen pembentuk nilai atau harga BBM.

Pemerintah daerah diminta memberikan insentif fiskal terkait pemungutan PBBKB. Insentif ini dapat berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pokok pajak daerah. Insentif ini berlaku mulai April 2024-2025 atau sesuai kondisi perekonomian nasional.

Baca Juga  Oknum Lapas Diperiksa Mabes Polri

“Pemerintah daerah, perlu mempertimbangkan dengan cermat kebijakan tarif PBBKB. Agar tak mengganggu pendapatan daerah, sambil tetap memperhatikan kondisi ekonomi nasional,” terangnya, Minggu (26/5).

Sebelumnya, pihaknya mengusulkan insentif fiskal PBBKB sebesar 7,5 persen. Sebab tidak memungkinkan untuk menetapkan insentif 5 persen. Bapenda Kaltara bersurat ke Kemendagri serta Kemenkeu terkait penggunaan tarif lama sebesar 7,5 persen, untuk pajak PBBKB bukan 5 persen.

Baca Juga  Kejari Tarakan Ekseksui Terpidana Tipikor ke Lapas

“Jika menggunakan tarif 5 persen, pendapatan daerah diperkirakan akan turun sekitar 35 persen,” ujarnya.

Bapenda Kaltara masih menunggu surat jawaban dari Kemendagri. Sambil menunggu, mereka tetap menggunakan aturan tarif 10 persen. Meskipun tidak berat untuk turun, Bapenda Kaltara meminta agar pemberlakuan tarif 5 persen bisa dibahas kembali.

“Edaran berlaku sejak Februari lalu dengan tarif 10 persen. Namun mereka menunggu persetujuan untuk menggunakan tarif 7,5 persen,” tuturnya. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini