1.122 PMI Ilegal Dideportasi

 TARAKAN – Sepanjang Januari hingga Juni 2024, ada sebanyak 1.122 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi.

Pemulangan tersebut dikarenakan PMI tidak melengkapi dokumen keimigrasian sebagai pekerja. Menurut data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kaltara. Koordinator BP2MI Kaltara Wina mengatakan, telah bekerjasama dengan TNI/Polri mengawasi keluar masuknya PMI. Selain Sebatik, ada wilayah lainnya yang sering dijadikan tempat masuknya PMI ilegal.

“Pintu masuk tidak hanya di Sebatik, tapi ada juga di Sebuku dan Sungai Ular. Kalau di Sebatik kan lewat laut, kalau di Sebuku lewat darat. Jadi lebih enak meskipun ke Nunukan nya tetap harus lewat darat,” jelasnya, belum lama ini.

Baca Juga  110 Paket Latiao Disita dan Dilakukan Sampling

Dari jumlah PMI yang dideportasi, didominasi berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada juga beberapa PMI asal Kota Tarakan. Ia menduga ada oknum jaringan terstruktur yang mencoba menyelundupkan PMI secara ilegal.

Hal ini terlihat dari beberapa kali pengungkapan yang dilakukan, dimana di setiap wilayah ada yang mengkoordinir PMI. “Begitu sampai di kapal ada yg menjemput lagi calo dan difasilitasi. Begitu sampai di Nunukan ada lagi yang jemput, di Sebatik juga. Itukan menjadi salah satu rangkaian memang ada satu sistem yang sudah dibangun calo untuk memudahkan PMI masuk secara ilegal,” ungkapnya.

Baca Juga  Infrastruktur Tetap Faktor Pendukung

Berdasarkan Undang-Undang 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, lanjut Wina, orang per orang dilarang melakukan penempatan PMI. Penempatan harus melalui badan hukum legal seperti BP2MI. Apabila terbukti melanggar, maka berdasarkan Undang-Undang hukuman maksimalnya 10 tahun dan denda mencapai miliaran rupiah.

Sayangnya, selama ini penindakan terhadap calo masih dianggap kurang maksimal. “Realisasi ditiap proses P21 biasanya penyidik lebih berat pada bagian keimigrasian bukan pada perlindungan PMI. Kalau terkena UU paling hukumannya 8 bulan atau setahun kalau maksimal itu jarang. Tapi itu bukan ranah kami, itu di penyidik,” tutupnya. (kn-2)

Baca Juga  Aset Lahan 14,5 Hektare Masih Sengketa
Bagikan:

Berita Terkini