TARAKAN – Pelaksanaan Pemilu Legislatif sudah selesai digelar 14 Februari lalu. Sementara, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI, dilakukan lagi Pemungutan Suara Ulang (PSU) 13 Juli di Dapil 1 Tarakan Tengah.
Terbaru, berkaitan laporan dugaan ijazah palsu terhadap salah seorang Caleg Dapil 4 Tarakan Utara ke Bawaslu Kaltara. Berbagai permasalahan dalam Pileg yang sudah menjelang masa penetapan caleg terpilih dan pelantikan Anggota DPRD Tarakan terpilih ini, ditanggapi mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tarakan, Syafruddin.
Menurutnya, apa yang terjadi dalam Pemilu di Tarakan menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Termasuk KPU, Partai Politik (Parpol) maupun pelapor. “Pada dua sisi ini kan pasti ada yang benar dan salah. Nah, kalau betul KPU salah, artinya apa yang dilaporkan pelapor terbukti. Berarti jadi pelajaran bagi KPU, begitupun parpol. Saya tidak menjustice siapa yang salah, tapi pasti ada yang salah disini,” kata Syafruddin, Senin (29/7).
Pria yang merupakan akademisi ini menegaskan, KPU harusnya lebih berhati-hati dalam melakukan verifikasi, khususnya ijazah. Tidak langsung membenarkan semua dokumen yang dilampirkan sesuai, asli dan benar. Jika ternyata ada kesalahan, akibat yang terjadi di masyarakat cukup besar. Ia pun sangat menyayangkan jika benar menggunakan ijazah palsu. Maka caleg yang akan mewakili rakyat, malah memalsukan dokumen.
“Selama 10 tahun saya menjadi Anggota KPU pada konteks ijazah, saya tidak pernah main-main. Harus diperhatikan betul, apalagi soal ijazah paket. Seperti tahun terbit dan sebagainya. Supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” ungkapnya.
Jika dibiarkan dan ada persoalan baru, bukan hanya pelaku saja. Melainkan seluruh masyarakat akan dikorbankan. Seperti halnya saat PSU belum lama ini, lain yang berbuat dan akhirnya semua ikut kena imbasnya.
Pria yang juga merupakan Dosen di Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan ini menegaskan, untuk bisa duduk menjadi Anggota KPU tidak mudah. Harus merupakan orang yang memiliki integritas, kapabilitas dimulai dengan proses seleksi.
“Harus jadi perhatian kalau laporannya benar. Begitupun parpol, jangan sembarang menerima tetapi ada bagian verifikator. Saya kecewa dengan parpol sekarang, karena sudah tidak ada ideologi dan semua bisa diterima. Banyak kader tidak bisa maju dan justru orang dari luar bisa menjadi caleg,” keluhnya.
Menurutnya, parpol harus selektif dalam menerima kader. Apalagi jika berkaitan ijazah yang dibawa kader dan dokumen lainnya. Jadi, bukan hanya parpol bertugas melengkapi administrasi. Tetapi harus di cek dan ricek jika ada yang mencurigakan. Sehingga bersih dan tidak ada masalah dikemudian hari.
“Tapi kalau apa yang dilaporkan pelapor ini tidak benar. Kalau saya KPU atau yang terlapor, akan saya lapor balik. Karena sudah cemarkan nama baik. Jadi, jangan seenaknya membuat laporan, akhirnya merusak tatanan, namanya orang dan mengganggu alur Pemilu yang sudah berjalan dan meresahkan masyarakat. Akibatnya kepercayaan kepada penyelenggara Pemilu dan penegakan hukum menjadi luntur,” tegasnya.
Ia tambahkan, sebelum melaporkan seseorang atas dugaan pidana harus dilakukan Tabayyun sehingga tidak menjadi fitnah. Tabayyun ini memastikan informasi pidana seperti pemalsuan dokumen ini benar atau tidak. Menurutnya, bisa menjadi ranah hukum atas pemalsuan dokumen. Jika benar laporannya, maka eksistensi KPU dan parpol yang mengusung bisa dipertanyakan.
“Kalau KPU yang salah, beri sanksi berat karena sudah melakukan kesalahan. Saya mendudukkan masalah ini yang sudah meresahkan masyarakat. Jangan seenaknya orang melapor atau seenaknya meloloskan. Tapi harus dibuktikan, jangan didiamkan supaya clear di masyarakat,” harapnya. (kn-2)