TARAKAN – Aliansi Peduli Demokrasi (Apirmasi) Tarakan yang terdiri dari unsur mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di area Kantor Wali Kota Tarakan, Jumat (23/8).
Demonstrasi tersebut bertepatan dengan momen pelantikan anggota DPRD Tarakan periode 2024-2029 gedung serbaguna Pemkot Tarakan. Dalam tuntutannya, aliansi Apirmasi meminta agar DPRD Tarakan menyatakan sikap, untuk menolak RUU Pilkada perubahan keempat RUU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Aliansi Apirmasi juga meminta DPRD Tarakan untuk menyatakan sikap mematuhi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024. “Yang ketiga kami mendesak DPRD Tarakan dan mendesak Ketua Umum DPC partai politik untuk mengedepankan menjunjung tinggi pelayanan public. Serta nilai-nilai demokrasi yang substansial. Keempat kami mendesak KPU untuk mengeluarkan PKPU sesuai keputusan MK,” ujar Ainuliansyah, salah seorang perwakilan mahasiswa.
Pihaknya merasa kecewa lantaran tak hadirnya seluruh anggota DPRD Tarakan yang baru saja dilantik. Kalangan mahasiswa memiliki perspektifnya sendiri, enggan menyampaikan aspirasi jika anggota DPRD Tarakan tak hadir secara keseluruhan.
Lantaran menurutnya, hal ini terjadi berulang kali, saat mahasiswa melakukan unjuk rasa DPRD Tarakan enggan menghadirkan seluruh anggotanya.
“Yang hadir harusnya itu 30 anggota dewan, malah cuma 4 orang yang menemui kami. Kita prihatin dan kecewa atas sikap anggota DPRD Tarakan yang baru saja dilantik. Setiap aksi begitu saja, selalu perwakilan-perwakilan terus. Makanya kami tidak mau. Kami sudah sepakat tidak pernah menganggap adanya DPRD Tarakan, ini soal sikap,” tegasnya.
Ainuliansyah menyebutkan, terdapat 5 orang mahasiswa yang diduga mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian. Dirinya salah satunya. Ia mengatakan, sempat diseret dan mendapatkan kontak fisik dari aparat kepolisian.
“Saya sempat diseret dan dapat kontak fisik. Ini jadi perhatian bersama, bahwa tidak ada tindakan humanis sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh aparat kepolisian,” ujarnya.
Sementara itu, Pimpinan Sementara DPRD Tarakan Muhammad Yunus dan beberapa anggota dewan lainnya sempat turun ke jalan menemui massa aksi. Pihaknya menyampaikan permohonan maaf kepada massa aksi, yang tak dapat bertemu dengan anggota yang lengkap karena terdapat keluarga anggota dewan yang turut hadir dalam prosesi pelantikan.
“Kalau mau orasi silakan, kami dengarkan saja. Tapi tidak semuanya bisa hadir karena pelantikan dan ada keluarga yang hadir juga. Nanti kami sampaikan ke jenjang lebih atas,” singkatnya.
Sementara itu, Kapolres Tarakan AKBP Adi Saptia Sudirna mengegaskan, anggota kepolisian yang terluka, dikarenakan adanya dorong-dorongan antara massa aksi dan dihalang oleh pihak kepolisian. Terdapat pula beberapa massa aksi yang melakukan pelemparan dan mengenai anggotanya. Kapolres juga membenarkan adanya massa aksi yang pihaknya amankan, namun bukan untuk diintimidasi atau diberikan tindakan represif.
“Itu tidak diamankan. Dia terluka, dan kami bawa ke mobil kesehatan. Lalu dikembalikan. Tapi anggota kami yang terluka sebanyak 11 personel. 9 personel memar dan 3 personel luka robek,” sebutnya.
Saptia juga menepis adanya massa aksi yang terluka hingga mengalami luka pada bagian kepala. Menurutnya, hal itu hanyalah luka pada umumnya dan tidak perlu dilebih-lebihkan. Menurutnya, pihaknya juga telah melakukan pengamanan sesuai dengan prosedur.
“Sudah dengan SOP kami, ada negosiator juga dan mereka menyampaikan aspirasi kita melakukan pengamanan,” imbuhnya.
Ia menyebut, mengerahkan 317 personel yang terdiri dari 232 anggota polres Tarakan dan 85 personel dari Satbrimobda Kaltara. Menurutnya, jalannya unjuk rasa berlangsung kondusif, meski terdapat beberapa aparat keamanan yang juga terluka. (kn-2)