TANJUNG SELOR – Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) menggagalkan perdagangan online burung yang dilindungi, yakni cucak hijau (Chloropsis Sonnerati).
Sebanyak 187 ekor burung cucak hijau yang dilindungi undang-undang, diamankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltara dari rumah tersangka berinisial BB di Jalan Adityawarman, Kelurahan Karang Balik, Kecamatan Tarakan Barat, pada Rabu (28/8) lalu.
Di hari itu, sekitar pukul 14.30 Wita, personel Ditreskrimsus Polda Kaltara bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur menuju tempat kejadian perkara (TKP) dan lakukan penggeledahan pada sebuah ruko milik tersangka.
“Di lokasi ditemukan satwa yang dilindungi jenis burung cucak hijau dengan jumlah 187 ekor,” jelas Kapolda Kaltara Irjen Pol Hary Sudwijanto, Kamis (29/8) lalu.
Menurut Kapolda, tersangka merupakan warga Kota Surabaya, Jawa Timur, yang memiliki rumah berdomisili di Kota Tarakan. Tersangka lakukan perdagangan ilegal terhadap satwa dilindungi melalui jual beli secara konvensional di ruko milik, serta menawarkan dagangannya melalui media sosial.
Dari penelusuran kepolisian, tersangka banyak memasarkan burung cucak hijau di Surabaya, Jawa Timur. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, melihat jenis leher burung tersebut. Untuk cucak hijau leher kuning dijual dengan harga Rp 100 ribu-Rp 200 ribu per ekor. Sedangkan, cucak hijau berleher hitam dijual Rp 400 ribu per ekor.
“Keuntungan tersangka dari hasil penjualan mencapai Rp 150 juta dari penjualan sebanyak 500 ekor burung cucak hijau per bulan,” tuturnya.
Kapolda menegaskan, perdagangan satwa yang dilindungi cenderung mengurangi populasi spesies dan bisa menyebabkan kepunahan.
“Perdagangan satwa yang dilindungi akan mengakibatkan terjadinya kerusakan ekologi, ekosistem, dan hilangnya keragaman hayati dan spesies tertentu,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Dirreskrimsus Polda Kaltara Kombes Pol Ronald Ardiyanto Purba menambahkan, motif tersangka dalam melakukan perdagangan ilegal satwa yang dilindungi ini untuk mencari keuntungan.
Ronald menegaskan, aturan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi terdapat dalam Pasal 40 ayat (2) juncto Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tengang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Substansi Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang dilarang untuk: a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Pada huruf b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Kemudian untuk huruf c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
“Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 21 ayat (2) berupa pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta,” tegasnya.
Hasil penyelidikan sementara, tersangka mulai berdagang burung yang dilindungi ini sekitar setahun. Tersangka tertarik menjual burung yang dilindungi, dikarenakan ada lomba kicau burung.
“Ini juga menjadi pembelajaran masyarakat, bagi yang belum paham kelangkaan burung jenis ini. Tindakan ini agar masyarakat semua harus sadar, tanpa surat izin yang sah agar burung itu dilepasliarkan,” pesannya.
Berdasarkan keterangan tersangka, burung yang didapat dari alam liar. Seperti di wilayah Kabupaten Tana Tidung (KTT), Malinau dan Bulungan. “Selanjutnya barang bukti berupa burung cucak hijau ini kita akan lepasliarkan, karena sudah menjadi habitatnya di alam bebas,” tuturnya. (kn-2)