Hasil TPPU Napi Lapas Tarakan Rp 2,1 T

ASET HARAM: Barang bukti kendaraan mewah diduga milik HN32 saat diamankan di Mako Polres Tarakan.

TARAKAN – Bareskrim Polri merilis pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari tindak pidana awal narkotika yang salah satunya melibatkan narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tarakan, Andi alias Hendra 32 (HN32) alias Hendra Sabarudin (HS).

Selain Hendra 32, diketahui ada sejumlah pelaku lainnya yang memiliki peran berbeda. Untuk memuluskan peredaran narkoba dari Malaysia ke wilayah Kaltara, Kaltim, Kalsel, Bali dan Jawa Timur dan Indonesia bagian tengah. Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, para pelaku berusaha menutupi pendapatannya untuk menyamarkan hasil kejahatan yang didapatkan dari narkoba dengan TPPU.

“Kami akan melaksanakan asset tracing dalam menelusuri aset yang digunakan untuk membeli aset mereka,” ujarnya.

Pengungkapan berawal dari informasi Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Ada warga binaan yang sering membuat onar di Lapas Kelas IIA Tarakan berinisial HS. Berangkat dari informasi ini, kemudian Bareskrim melakukan penyelidikan dan menemukan adanya indikasi peredaran gelap narkoba yang masih dikendalikan HN 32.

Baca Juga  Perjuangkan DOB Tanjung Selor

Bareskrim menyimpulkan, meskipun di dalam Lapas, HN 32 masih memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan melaksanakan peredaran gelap narkoba. Hasil penyelidikan HN 32 sudah melakukan peredaran narkotika sejak tahun 2017-2024.

“Selama kurun waktu tersebut, dia (HN 32) sudah memasukkan sabu dari Malaysia sekitar 7 ton. Dibantu para tersangka lain,” ungkapnya.

Tersangka lain yang turut membantu HN32, berinisial TR, SY dan MA sebagai pengelola uang dan aset hasil kejahatan. Selain itu, tersangka CA dan AA membantu pencucian uang, NMY yang merupakan adik AA juga membantu pencucian uang. Kemudian RO dan AY (kakak RO) membantu dalam pencucian uang.

“Tinggal satu orang masih DPO, masih kita kejar atas nama F,” ungkapnya.

Modus operandi yang digunakan HN dan tersangka lainnya, menggunakan 3 tahapan. Mulai dari penempatan kejahatan dalam rekening penampung atas nama orang lain yang digunakan HN32. Kemudian kliring dari rekening penampung ke rekening yang lain atas nama orang lain.

Baca Juga  Diduga Dipicu Pengaruh Alkohol, Perkelahian pun Akibatkan Satu Nyawa Melayang

Tahap penyatuan dengan membelanjakan uang dari rekening atas nama orang lain tersebut untuk membeli aset. “Hasil analisis PPATK, perputaran uang dari HS sejak tahun 2017 angkanya mencapai Rp 2,1 triliun. Sebagian uang yang didapatkan dari hasil penjualan narkoba digunakan membeli aset yang nilainya mencapai Rp 221 miliar,” sebutnya.

Rincian dari aset yang disita, 44 bidang tanah dan bangunan, 21 unit kendaraan roda empat, 28 unit kendaraan roda dua, 6 unit kendaraan laut berupa 4 kapal terdiri dari 1 speedboat dan 1 Jetski, 2 unit kendaraan jenis ETV, 2 buah jam tangan mewah, uang tunai Rp 1,2 miliar dan deposito di bank Rp 500 juta.

“Aset ini jelas tergantung dari putusan pengadilan. Kalau disita, dilelang ya Dirjen Lelang yang akan melelang. Kalau ada aset lain yang masih ada, akan kami kejar. Masyarakat yang mungkin tahu, bisa informasikan ke kami untuk melakukan penyitaan,” pintanya.

Baca Juga  Setujui Raperda Pertanggungjawaban APBD 2024

Penelusuran aset TPPU, kata Kabareskrim bukan perkara mudah karena menggunakan nama orang lain. Meski, ia pun memastikan sudah melakukan pengembangan yang maksimal hingga mengamankan jumlah yang besar.

Tersangka diduga melanggar pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6 junto pasal 10 Undang undang No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar.

“Kami tegaskan akan memiskinkan bandar narkotika dan pelaku TPPU. Sehingga bisa memberikan perlindungan kepada generasi muda dari peredaran narkotika. Pada 2030 kita akan menghadapi Bonus Demografi dan ini yang harus kita jaga, menuju Indonesia Emas Tahun 2045,” pungkasnya. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini