TANJUNG SELOR – Kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan Rumah Sakit Pratama di Kecamatan Bunyu masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Kelas IB Tanjung Selor. Hingga saat ini, berkas perkara belum dinyatakan lengkap dan masih tahap penelitian pihak Kejaksaan.
Dari perkara tersebut, pria berinisial D sudah ditetapkan tersangka. Namun, pihak tersangka memilih menempuh jalur pra peradilan untuk menggugat penetapan status tersangka.
Kuasa Pemohon Pra Peradilan, Syamsuddin mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan tersangka terhadap kliennya. “Kami mengajukan pra peradilan karena penetapan tersangka ini tidak sesuai prosedur. Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun tiba-tiba diperiksa langsung sebagai tersangka dan ditahan,” jelas dia, Rabu (9/10).
Ia juga menekankan pentingnya bukti yang kuat dalam kasus tersebut. Termasuk bukti kerugian negara. Penetapan tersangka harus didahului adanya bukti kerugian negara. Jika bukti itu tidak ada, maka sudah seharusnya pihaknya mengajukan pra peradilan. Melalui Pijakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.
MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek pra peradilan. Sehingga melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa inkonstitusional bersyarat terhadap frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP.
Jadi Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. “Melihat putusan tersebut, maka jelas disitu menyatakan bahwa penetapan tersangka merupakan salah satu objek yang dapat diajukan dalam pra peradilan. Inilah yang mendasari kami mengajukan pra peradilan. Terlebih lagi sudah jelas apa yang menjadi permohonan kami,” ungkapnya.
Ia berharap agar pengadilan dapat mempertimbangkan gugatan mereka dengan adil. Proses pra peradilan, kata Syamsuddin, masih berlangsung dengan tahapan yang cukup panjang. Saat ini, pihaknya sedang dalam tahap replik, yakni menanggapi jawaban dari pihak Kejaksaan.
“Kami sudah mengajukan replik untuk menanggapi jawaban mereka. Prosesnya masih panjang. Setelah itu akan ada duplik serta pembuktian dan baru masuk ke putusan,” tuturnya.
Kliennya, lanjut dia, berperan sebagai pendukung proyek di Rumah Sakit Pratama Bunyu. Bukan sebagai kontraktor utama yang bertanggung jawab langsung. Dalam kasus seperti ini, pihak yang bertanggung jawab seharusnya mereka yang menandatangani kontrak dengan pemerintah, bukan kliennya.
“Kasus ini masih akan berlanjut dengan beberapa tahap di pengadilan. Sidang pra peradilan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai status hukum tersangka dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan,” harapnya. (kn-2)