TARAKAN – Upaya penyelundupan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal kembali digagalkan. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) bersama Satuan Tugas Badan Intelijen Strategis (Satgas Bais) TNI berhasil membongkar jaringan penyelundupan CPMI melalui wilayah perbatasan di Nunukan, Kaltara.
Direktur Operasi Laut Deputi Operasi dan Latihan Bakamla RI Laksamana Pertama TNI Octavianus Budi Susanto mengatakan dari hasil operasi, petugas berhasil mengamankan 25 CPMI ilegal. Namun 8 orang diduga melarikan diri. Identitas mereka telah dikantongi berdasarkan KTP yang ditemukan.
“Para korban umumnya dijanjikan gaji sebesar Rp 15 juta per bulan untuk bekerja di Malaysia, meski tanpa adanya kontrak kerja resmi,” tegasnya, Jumat (16/5).
Modus operandi sindikat ini cukup rumit. Mereka menggunakan jalur laut dan darat untuk menghindari deteksi aparat. Bahkan berpindah-pindah menggunakan kapal dan tidak menggunakan pesawat.
“Dari NTT, mereka bisa ke Balikpapan atau Tarakan, lalu disebar ke beberapa titik kumpul. Dari sana mereka diseberangkan ke Tawau, Malaysia,” jelasnya.
Para migran tidak hanya dijadikan buruh perkebunan. Tetapi juga bekerja sebagai asisten rumah tangga dan pekerja serabutan tanpa perlindungan hukum yang jelas. Tak sedikit dari mereka yang kemudian mengalami kekerasan atau eksploitasi.
“Mereka dianggap murah dan mudah dimanfaatkan tanpa perjanjian kerja. Jika terjadi kekerasan, mereka tidak bisa mengadu karena statusnya ilegal. Bahkan akses komunikasi pun sangat terbatas,” imbuhnya.
Operasi tersebut merupakan hasil koordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Serta melibatkan berbagai kementerian dan lembaga terkait lainnya. Bakamla RI dan Satgas Bais TNI mengawal operasi ini secara intensif.
“Selain penyelundupan manusia, kami juga mendapati penyelundupan barang-barang bekas atau balpres. Semua bentuk penyelundupan jadi sasaran penindakan,” ujar Octavianus.
Sementara itu, Admin Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kaltarq, Usman Affan, menyebutkan bahwa pihaknya masih terkendala dalam hal personel dan kewenangan. Oleh sebab itu, kolaborasi dengan aparat seperti TNI, Polri, dan Bakamla menjadi kunci dalam menggagalkan aksi penyelundupan tersebut.
“Malaysia memang terbuka untuk pekerja migran, tapi negara tetap harus bertanggung jawab atas perlindungan warganya. Banyak dari mereka yang malah terjerat kasus hukum di sana, termasuk kasus narkotika,” ungkap Usman.
Menurutnya wilayah Kaltara saat ini menjadi jalur perlintasan utama. Titik-titik keberangkatan tersebar mulai dari Nunukan, Tarakan, Malinau, Tana Tidung hingga Tanjung Selor menuju Berau dan tembus ke Sarawak.
Sebelum diberangkatkan ke Malaysia, para CPMI umumnya diinapkan sementara di Tarakan. Lalu dikirim ke Sungai Nyamuk di Sebatik, dan selanjutnya menyeberang ke Tawau.
“Kami terus lakukan sosialisasi ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk kepada pelajar yang ingin lanjut pendidikan ke luar negeri. Agar tidak mudah tergiur tawaran ilegal,” pungkasnya. (kn-2)