TANJUNG SELOR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Utara kembali menetapkan satu tersangka baru dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembangunan Gedung Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kaltara.
Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan alat bukti yang cukup. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kejati Kaltara I Made Sudarmawan mengatakan, tersangka baru berinisial MP, yang diduga berperan sebagai pengatur utama dalam proyek pembangunan tahap II tahun 2022–2023. Sebelumnya, Kejati Kaltara telah menetapkan empat tersangka dalam kasus yang sama.
“Ini hasil dari pengembangan yang dilakukan oleh penyidik di Kejati Kaltara. Selanjutnya, kami akan melakukan pengembangan lagi,” singkat dia, Selasa (19/8).
Pada kesempatan yang sama, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kaltara menjelaskan, MP bersama tersangka lainnya melakukan pengaturan sejak awal terkait pemilihan pelaksana kegiatan.
Bahkan, MP disebut menerima fee sebesar Rp 1,6 miliar dari total anggaran pembangunan yang mencapai Rp 8,6 miliar. Ini merupakan pengerjaan di tahap ke-II.
“MP berperan mengatur pemenangan proyek. Dari hasil penyidikan, ditemukan fakta bahwa MP berhubungan dengan Kepala Dinas PU dan memberikan tekanan kepada biro jasa. Agar pihaknya yang memenangkan proyek. Jadi bisa dikatakan, ini pelaku utama karena mengatur proyek dari awal,” jelasnya.
Selain itu, penyidik menemukan adanya praktik pemberian kepada beberapa pihak terkait, yang memperkuat indikasi adanya rekayasa dalam proses pengadaan. Meski begitu, hingga kini belum ditemukan indikasi keterlibatan politik dalam kasus tersebut.
Penyidikan masih terus berlanjut. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru jika dalam proses pengembangan ditemukan bukti tambahan.
“Kasus ini masih terus kami dalami. Pengembangan penyidikan kemungkinan besar akan menemukan bukti baru dan potensi tersangka lain,” ungkapnya.
Sebelumnya, Kejati Kaltara telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan Tipikor pembangunan BPSDM Kaltara yang dikerjakan pada 2021. Nilai proyek tersebut mencapai sekitar Rp 13,9 miliar dan dilaksanakan dalam dua tahun anggaran.
Keempat tersangka masing-masing berinisial ARLT, HA, AKS, dan MS. Dari jumlah tersebut, satu di antaranya merupakan aparatur sipil negara (ASN). (kn-2)