Disparitas harga bahan pokok dengan kota besar bisa ditekan, biaya pengiriman juga dapat dihemat, dan jumlah muatan bisa ditambah. PT Pelni pun terus berupaya menambah jadwal pelayaran kapal yang menjadi bagian dari program tol laut.
TAUFIQ ARDYANSYAH, Tahuna
KEPULAUAN Sangihe hanya sepelemparan batu dari Filipina. Jadi, tak mengherankan kalau jiran Indonesia itu jadi alternatif tiap kali warga setempat menghadapi suatu kendala.
Misal, stok sembilan bahan pokok (sembako). Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Daerah Kabupaten Sangihe Rifai Mahdang menyebut beberapa waktu lalu sempat ada permintaan pasokan sembako dari kepulauan di utara Sulawesi Utara itu.
“Waktu itu, belum ada kapal tol laut. Kapal perintis pun masih proses lelang,’’ ungkap Rifai kepada rombongan media, termasuk Jawa Pos, yang diundang PT Pelni ikut dalam kunjungan ke Tahuna, ibu kota Kabupaten Kepulauan Sangihe, akhir November lalu (27/11/2023).
Pagi itu, Kapal Logistik Nusantara II tengah bersandar di Pelabuhan Tahuna. Kapal tersebut salah satu kapal yang berdinas dalam program tol laut yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada November 2015.
Program tersebut merupakan konsep pengangkutan logistik via laut. Program itu bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Indonesia.
Kapal itu singgah di Sangihe sekali dalam sebulan. Bagi para pelaku usaha kecil dan menengah, kedatangan kapal tersebut sangat berarti. Sebab, mereka tidak perlu mengeluarkan bujet mahal untuk mengirim barang ke berbagai kota di Indonesia.
“Saya bisa menghemat biaya pengiriman,’’ ujar Husiyo Hadinoto, salah seorang pelaku usaha arang di Tahuna.
Pria yang akrab disapa Yoyo itu sudah menekuni bisnis tersebut selama lima tahun. Setiap bulan, dia mengirim arang sebanyak 3–4 kontainer. Per kontainer beratnya mencapai 11 ton.
“Biaya ekspedisi per kontainernya Rp 5 juta sampai Rp 6 juta. Sebelum ada tol laut, selisih harga lebih mahal Rp 2 jutaan,’’ ujar pria asal Madiun, Jawa Timur, itu.
Steven Ang, pengusaha ikan di Tahuna, juga menyebut kuantitas barang yang bisa dikirim via tol laut jadi lebih banyak. Andi Wahyu Haris, pegawai yang bekerja di perusahaan ikan milik Steven, menambahkan bahwa sebelum ada tol laut, ikan-ikan dikirim melalui kapal feri.
Dalam sebulan, perusahaan hanya bisa mengirim 24 ton ikan. Jumlah pengiriman itu tidak sebanding dengan hasil produksi perusahaan.
“Dalam sebulan, kami bisa memproduksi 50 ton. Jadi, ada 26 ton yang ditinggal,’’ ungkap Wahyu.
Rifai menambahkan, tol laut juga membuat disparitas harga bahan makanan pokok di Kepulauan Sangihe tidak terlalu jauh dengan kota besar seperti Manado, ibu kota Sulawesi Utara. Bahkan, pilihan bahan makanan pokok di Kepulauan Sangihe kini semakin beragam.
“Contohnya, beras. Dulu, hanya ada beberapa jenis beras di sini. Sekarang beras premium sudah ada di sini. Sebelum ada tol laut, pilihan masyarakat terbatas,’’ ujar Rifai.
Meski bukan berarti dalam perjalanannya program itu tanpa kritik. Ekonom Faisal Basri, misalnya, pada akhir 2019 pernah menyebut tol laut tak terlampau berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Tapi, Kementerian Perhubungan menjawab kritik tersebut dengan mengatakan bahwa program itu sangat dibutuhkan sejumlah daerah.
Di wilayah-wilayah seperti Kepulauan Sangihe, transportasi laut memang sangat diandalkan. Baik untuk antar jemput orang maupun barang.
Dalam kunjungan ke Kepulauan Sangihe, Manajer Penjualan Nonkomersial PT Pelni Achmad Deshariradian Tamzak juga mendapat banyak masukan dan aspirasi dari para pelaku usaha. Salah satunya soal penambahan jadwal pengiriman barang.
Para pelaku usaha berharap jadwal pengiriman barang di Kepulauan Sangihe ditambah dari sekali dalam sebulan menjadi dua kali dalam sebulan. Permintaan itu, kata Tamzak, bukan sesuatu yang mudah diwujudkan.
Tapi, PT Pelni terus berupaya untuk meningkatkan jadwal pelayaran. Tamzak menjelaskan, dalam satu kali trip menuju Sangihe, diperlukan waktu 30–33 hari. Artinya, dalam setahun sepanjang 2023, hanya ada sebelas trip ke Sangihe.
“Lama, sebab ada penambahan rute ke Pelabuhan Nunukan (Kalimantan Utara). Pada 2024, Kapal Logistik Nusantara II tidak lagi ke Nunukan. Sehingga bisa mengurangi waktu sampai lima hari,” katanya.
Artinya, lanjut dia, yang tadinya butuh waktu 33 hari diupayakan menjadi 27–28 hari. “Dengan begitu, di 2024, kami bisa mengejar 12–13 trip (ke Sangihe),’’ jelas Tamzak.
Rifai berharap, siapa pun yang menjadi presiden tahun ini, tol laut masih dilanjutkan. Kalau tidak, warga di kepulauan yang jauh dari pusat pemerintahan dan perekonomian seperti Sangihe akan sangat terdampak.
“Jangan lupa kalau Filipina lebih dekat dengan sini. Jadi, ini bisa berdampak terhadap urusan kedaulatan,” katanya. (*/c6/ttg/jpg)