TANJUNG SELOR – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltara tidak lagi memonitor perkembangan kuota produksi batu bara yang diberikan Pemerintah Pusat.
Hal ini sudah berlangsung dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. “Kami tak monitor lagi untuk kuota produksi batubara,” terang Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Kaltara Adi Hernadi, Rabu (17/1) lalu.
Namun, sebelumnya Gubernur Kaltara disebut telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian ESDM pada tahun 2022. Akan tetapi, Kementerian ESDM tidak memenuhi permohonan yang dilayangkan. Isi permohonan tersebut perihal adanya imbauan kementerian kepada perusahaan batu bara untuk menyampaikan sejumlah laporan ke pemerintah provinsi.
Surat permohonan dilatarbelakangi minimnya perusahaan yang berinisiatif menyampaikan laporan kegiatan pertambangan. Hal ini tidak terlepas dari terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara atau dikenal dengan Revisi UU Minerba.
Dalam regulasi tersebut, perusahaan batu bara pemegang IUP hanya diwajibkan menyampaikan laporan kepada Pemerintah Pusat. “Terkait laporan-laporan, Pak Gubernur sampai bersurat melalui kami ke Dirjen Minerba. Pemerintah Provinsi meminta agar Dirjen Minerba menyampaikan ke pemegang IUP, untuk menembuskan laporan ke kami,” ujarnya.
Surat permohonan Gubernur Kaltara disampaikan sejak Januari 2022. Atau sebelum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara diterbitkan.
Secara teknis, pemerintah provinsi tidak lagi memiliki kekuatan hukum untuk menekan perusahaan menyampaikan laporan mereka. Sehingga perlu ada legitimasi dari Kementerian ESDM. Saat ini hanya beberapa perusahaan yang mau menyampaikan laporan tersebut.
Dia juga mengatakan, surat permohonan ini dikarenakan ada beberapa data yang dibutuhkan pemerintah provinsi. Berupa laporan produksi, laporan penjualan, serta laporan pelaksanaan dan laporan Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) atau terkait Corporate Social Responsibility (CSR).
“Kami khususkan tiga laporan itu. Karena ada kepentingannya dengan pemda,” imbuhnya.
Lebih lanjut, laporan produksi dan penjualan dibutuhkan sebagai dasar penghitungan Dana Bagi Hasil (DBH). Pemerintah provinsi membutuhkan data ini untuk mendapat kucuran DBH yang sepadan. “Terkait Dana Bagi Hasil, kan ada hitung-hitungannya. Bagaimana kita mau menghitung jika tidak tahu berapa produksi dan berapa dijualnya. Kita butuh data ini sebagai rekomendasi nilai DBH ke pusat,” harapnya. (kn-2)