Memulai dari Langkah Kecil, Sampah yang Dikelola dari Hulu Memberi Hasil Besar untuk Emak-Emak

Ema Suranta (kiri), Founder Komunitas Bukit Berlian di Desa&nbsp Kertamulya.

Wilayah Bandung Raya dan sekitarnya masih dihadapkan dengan masalah sampah. Volume sampah tidak sebanding dengan jumlah penampungan.

 

LANGKAH pemilahan sampah di tingkat rumah tangga pun tidak berjalan optimal. Pun ada komunitas yang bergerak di bidang persampahan, jumlahnya belum mampu mengakomodasi jumlah sampah yang diproduksi di setiap rumah tangga.

Namun, apa pun itu kondisinya masih ada beberapa masyarakat yang memiliki perhatian untuk kondisi lingkungan agar bersih dari sampah. Minimal sampah yang diproduksi di rumah tangga dapat dikendalikan dan menghasilkan nilai baru.

Beberapa tahun lalu, Ema Suranta tergerak hatinya agar insiden ledakan TPA Sarimukti jangan sampai terulang lagi. Lantas, dia memulai dari langkah kecil, yakni membentuk bank sampah dengan anggota para perempuan di sekitar tempat tinggalnya, Desa Kertamulya, Kabupaten Bandung Barat. Komunitas itu diberi nama Bukit Berlian.

Kegiatan awal komunitas Bukit Berlian adalah mengumpulkan sampah anorganik, seperti botol atau plastik. Sebagai pemanis untuk menarik antusiasme warga, Ema menyediakan produk rumah tangga untuk ditukar dengan sampah yang disetorkan.

Langkah itu berjalan efektif. Sebanyak 83 perempuan bergabung sebagai anggota. Ternyata, mengolah sampah anorganik tidak cukup untuk mengurangi pasokan limbah secara signifikan. Sampah organik juga harus bisa dikurangi.

Baca Juga  Hunian dengan Japanese Style, Look-nya Natural dari Material "Batu" Resin dan Rotan Sintetis

Ema lantas mencari cara agar Bukit Berlian mampu mengelola sampah organik. Kebetulan dia memiliki teman di Bening Saguling Foundation (BSF) di Cihampelas yang sudah membudidayakan maggot atau Black Soldier Fly (BSF). Sampah organik dari Bukit Berlian pun dikirim ke sana.

Seiring berjalannya waktu, Ema memberanikan diri mengolah sampah organik sendiri. Langkah itu mendapat perhatian dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dia mendapat pinjaman lunak dari program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).

Semula dia mendapat pinjaman Rp 3 juta. Uang itu digunakan untuk membeli perlengkapan tambahan dan 10 unit biopond yaitu boks budi daya maggot. Pada Desember 2023, PNM memberikan bantuan berupa kandang maggot, hasil dari renovasi kandang burung puyuh. Pada 2024, Bukit Berlian kembali mendapat bantuan pembiayaan ultramikro lagi dari PNM.

Kini bank sampah Bukit Berlian sudah memiliki 120 anggota. Semua berasal dari lingkungan Rukun Warga (RW) tempat Ema tinggal. Mereka bisa mengolah 15 ton sampah organik setiap bulan. Sampah anorganik tidak dihitung karena jumlahnya belum banyak.

Dari pengolahan sampah itu, Bukit Berlian mampu menghasilkan produksi 2 ton maggot. Mereka bisa panen dalam waktu 24 hari. Maggot yang diproduksi biasanya untuk pakan ternak, ikan dan unggas. Bentuknya berupa fresh maggot. Yakni, maggot dibersihkan saja dari kotoran. Ada juga produksi dry maggot, tepung maggot, dan peled untuk ikan eksotis atau ikan hias.

Selama ini, Bukit Berlian mengumpulkan sampah dua kali dalam seminggu. Kalau petugas sampah ‘konvensional’ biasanya mengambil sampah sekali dalam seminggu. Dampaknya, rumah anggota bank sampah menjadi lebih bersih karena frekuensi pengambilan itu.

Pada awalnya, penyerap terbesar maggot produksi Bukit Berlian adalah para peternak ayam petelur. Namun, sekarang off taker itu tidak ada lagi. “Jadi sekarang kami serap sendiri produk maggot untuk ternak lele,” Ema mnejelaskan.

Kini Bukit Berlian sudah memiliki pembudidayaan ikan lele sendiri. Budi daya itu mendapat dukungan dari desa. Sehingga, kolam ikan lele Bukit Berlian mendapat bantuan bibit dari desa 5.000 ekor ikan lele. “Ketika panen, kami mengundang Pak Kades dan warga sekitar. Pulangnya warga mendapat oleh-oleh ikan lele hasil panen,” kenang Ema.

Baca Juga  Ketika Siswa Sekolah Alam Pacitan Menginap di Desa, Berkemah sembari Menjaga Lingkungan, dan Menjelajah Alam

Dari pengalaman mengelola Bukit Berlian, Ema mengatakan, sampah jangan dibuang begitu saja. Semua bisa diolah dan dikurangi jumlahnya. Lebih dari itu, pengolahan sampah malah punya nilai ekonomi sendiri.

Menurut Ema, menyelesaikan masalah sampah tidak bisa hanya mengatasi persoalan di hilir. Contohnya memperluas area TPA, menambah mesin, dan seterusnya. Persoalan di hulu juga mesti dibenahi. Kalau pasokan terus bertambah, pastilah persoalan sampah tak kunjung selesai.

“Makanya, kami ingin Pak KDM bisa berkunjung ke Bukit Berlian di Kertamulya untuk melihat apa yang kami sudah lakukan,” Ema Suranta berharap.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam unggahan akun media sosialnnya mengatakan, saat ini sudah terjadi darurat sampah di beberapa wilayahnya.

“Khususnya di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung Barat,” ujar Dedi Mulyadi yang biasa disapa menjadi KDM alias Kang Dedi Mulyadi.

Untuk masalah sampah, KDM lantas menggandeng mantan Bupati Banyumas dua periode Achmad Husein. Achmad Husein dianggap berpengalaman mengelola sampah ketika masih menjabat. Untuk itu, KDM berharap Achmad Husein bisa membantu masalah TPA Sarimukti. “(Kalau) berhasil di Sarimukti, kita terapkan di seluruh provinsi Jabar,” tutupnya. (jpg)

Bagikan:

Berita Terkini