ARTJOG 2024, Telinga yang Toleran dan Doa untuk Ibu Bumi

PESAN PENTING: Kolaborasi Agus Suwage-Titarubi berjudul Suara Keheningan menjadi salah satu karya yang mendapatkan sorotan utama di ARTJOGJA.

Agenda seni tahunan ART JOG 2024 dibuka Jumat (28/6) lalu di Jogja Nasional Museum (JNM). ARTJOG tahun ini yang akan berlangsung sampai 1 September mengusung tema Motif: Ramalan.

 

TAHUN ini ARTJOG secara khusus mengundang seniman Agus Suwage dan Titarubi sebagai seniman komisi. Keduanya menghadirkan karya instalasi interaktif berjudul Suara Keheningan.

Direktur ARTJOG Heri Pemad mengatakan, karya sepasang suami istri itu mengejawantahkan sebuah gagasan yang saling berkaitan melalui karya instalasi interaktif dalam berbagai dimensi dan media. Suara Keheningan menempatkan padi dan telinga yang dipamerkan di area lobi utama sebagai ide utama.

Baca Juga  Mayapada Hospital Sukses Kembalikan Fungsi Jantung Anak dengan Lakukan Operasi Mitral Valve Repair

“’Agus Suwage menampilkan objek-objek telinga manusia sebagai simbol indra pendengaran yang sangat ’toleran’ di ruang sosial kita yang penuh kebisingan,’’ ujar Heri.

Menurut dia, indra pendengaran yang divisualisasikan Agus tersebut diartikan sebagai indra yang dapat menguji pengalaman ketubuhan dan mengalami keheningan.

Sedangkan karya seni Titarubi menggambarkan berbagai jenis padi yang diiringi rekaman doa, pepatah, dan pujian dari kelompok masyarakat adat. “Karya ini setidaknya mewakili cara manusia memahami sebuah ramalan, sebagaimana doa merupakan harapan terhadap situasi yang diinginkan di masa mendatang,’’ tutur Heri.

Baca Juga  Menikmati Perjalanan Kereta Pariwisata Jalur Stasiun Gambir–Sukabumi dengan Gerbong Panoramic, Nikmati Pemandangan Gunung-Sungai

Sementara itu, seniman komisi ARTJOG 2024 Agus Suwage menyatakan, karya-karyanya merupakan kesatuan yang menggabungkan berbagai wahana dalam organisme hidup. Instalasi telinga menurutnya mempresentasikan ruang sosial yang toleran pada kebisingan dan lenyapnya keheningan.

“Hanya dengan indra pendengaran, kita dapat menguji pengalaman ketubuhan dan mengalami keheningan,’’ jelas Agus.

Sedangkan karya Titarubi merupakan hasil riset yang berfokus pada tanaman padi. Kearifan lokal dan mitos yang menyertai kesucian padi kental terlihat dalam karya-karyanya.

Baca Juga  Polri Targetkan Robot Polisi akan Bertugas pada 2030

Dalam koridor tersebut, Titarubi menghadirkan rekaman doa yang merupakan bentuk pemuliaan spiritualitas bumi dan tanaman padi.

“Punahnya benih, hilangnya keanekaragaman berarti tidak utuhnya pengetahuan kita tentang jalinan organisme dan akibat-akibat ini tidak dapat diramalkan,’’ tutur Titarubi.

Karya-karya tersebut menempati lorong sepanjang 26 meter dan memiliki tujuh ruangan yang luasnya berbeda. Ujung lorong tersebut merupakan karya hamparan padi yang disusun sedemikian rupa di rak-rak bertingkat. (oso/c6/dra/jpg)

Bagikan:

Berita Terkini