TANJUNG SELOR – Berdasarkan data terkini dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPPPAKB) Kaltara, angka perkawinan anak saat ini mengalami penurunan.
Hal itu disampaikan Kepala DPPPAKB Kaltara Wahyuni Nuzband, bahwa terjadi penurunan dari 10,16 persen pada tahun 2021 menjadi 8,37 persen di tahun 2022. Selanjutnya pada tahun lalu pun menurun 8,01 persen.
Meskipun tren ini menunjukkan penurunan, ia menekankan masih banyak perkawinan yang tidak dilaporkan. Sehingga kondisi sebenarnya di lapangan mungkin berbeda. Data yang tercatat menunjukkan tren positif yang konsisten.
Ia juga menyoroti angka perkawinan anak yang tercatat masih dianggap tinggi. Tujuan utama mengeliminasi perkawinan anak sepenuhnya. “Ini upaya kita, mengingat dampak negatifnya terhadap kesehatan, pendidikan dan ekonomi,” tegasnya, kemarin (29/3).
Dalam upaya mengurangi angka perkawinan anak, DPPPAKB Kaltara telah berdiskusi dengan berbagai pihak. Untuk melibatkan lebih banyak stakeholder, termasuk tokoh masyarakat dan adat. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperluas sosialisasi dan meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif perkawinan anak.
“Regulasi yang ada telah menetapkan batas usia perkawinan yakni 18 tahun, dan penegakan aturan ini menjadi kunci dalam upaya perlindungan anak,” terangnya.
Sosialisasi terus dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang konsekuensi jangka panjang dari perkawinan anak. Seperti stunting dan kemiskinan, yang sering kali tidak dipertimbangkan dalam keputusan perkawinan yang didorong oleh faktor ekonomi jangka pendek.
“Dengan langkah-langkah yang diambil, diharapkan angka perkawinan anak di Kalimantan Utara akan terus menurun. Mencerminkan upaya bersama dari semua pihak yang terlibat,” harapnya. (kn-2)