Sekolah Gratis Tuai Pro Kontra

ILUSTRASI: Keputusan MK jadi pro kontra perihal pendidikan jenjang SD dan SMP beserta sederajat harus diselenggarakan secara gratis.

TARAKAN – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menimbulkan polemik baru di masyarakat, khususnya kalangan pendidik dan pengelola sekolah swasta.

Dalam putusan tersebut, MK mengamanatkan bahwa pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) beserta sederajat harus diselenggarakan secara gratis, baik di bawah naungan pemerintah maupun swasta. Meski bertujuan untuk memperluas akses pendidikan, kebijakan ini dinilai dapat membawa dampak serius terhadap keberlangsungan operasional sekolah swasta yang selama ini mengandalkan iuran dari peserta didik.

Menurut Ketua Bidang Kode Etik dan Advokasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Tarakan, Bahar Mahmud, sisi positif dari putusan tersebut. Namun mengingatkan akan konsekuensi yang mungkin terjadi.

Baca Juga  Anggaran Dokter Terbang Rp 1,5 Miliar

“Keputusan MK ini punya dua sisi mata uang. Positifnya, tentu ini meringankan beban biaya pendidikan masyarakat dan memperluas akses. Tapi, sisi negatifnya, ini akan berdampak pada eksistensi sekolah swasta yang selama ini mengandalkan iuran siswa,” ujarnya, Kamis (12/6) lalu.

Bahar menyatakan, sekalipun pemerintah nantinya menyalurkan bantuan keuangan kepada sekolah swasta. Hal tersebut belum tentu mampu menutup seluruh kebutuhan operasional yang sangat beragam antar sekolah.

Setiap sekolah swasta punya kebutuhan operasional yang berbeda-beda, tergantung ‘grade’ atau kualitasnya. Ada sekolah swasta yang serius memperhatikan fasilitas dan menjamin mutu pendidikan. Tentunya, ini membutuhkan biaya lebih dari yayasan untuk memberikan yang terbaik bagi siswa.

Baca Juga  Anak-anak Antusias Dengan Kehadiran Polisi

Menurut Bahar, kualitas tetap menjadi nilai jual sekolah swasta, terlebih ketika masyarakat menuntut pelayanan dan fasilitas yang lebih baik. Ia mengibaratkan kondisi ini dengan layanan kesehatan.

“Ada harga, ada kualitas. Jika orang tua menginginkan pendidikan dan fasilitas maksimal untuk anaknya, tentu mereka akan mencari sekolah terbaik. Dan sekolah terbaik ini, dengan keunggulan di atas rata-rata, tentu membutuhkan biaya yang berbeda,” tegasnya.

Bahar menegaskan, pandangannya bukan untuk merendahkan kualitas sekolah negeri. Ia bahkan menyebut sekolah negeri juga sudah memberikan pelayanan maksimal. Namun, persepsi masyarakat terhadap kualitas sekolah menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.

Baca Juga  Jaga Situasi Keamanan yang Kondusif

“Ini bukan berarti saya bilang sekolah umum tidak maksimal, ya. Sekolah negeri itu sangat maksimal. Tapi saya ingin menekankan ada persepsi masyarakat terhadap sekolah-sekolah tertentu yang membuat orang tua bersedia mengeluarkan biaya lebih demi pendidikan terbaik untuk anaknya,” tambahnya.

Lebih jauh, Bahar menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan kualitas sekolah negeri. Daripada menyamaratakan kebijakan pembiayaan untuk semua jenis sekolah.

“Saya khawatir putusan MK ini justru akan menurunkan kualitas sekolah swasta karena anggarannya bergantung pada bantuan pemerintah,” keluhnya. (kn-2)

Bagikan:

Berita Terkini