TARAKAN – Rekapitulasi hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) tingkat kecamatan turut menjadi pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tarakan. Beberapa hal yang menjadi perhatian, Bawaslu menginstruksikan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) agar tidak ada selisih dalam perhitungan suara.
Ketua Bawaslu Tarakan Riswanto menuturkan, selisih itu bisa yang menjadi besar. Terlebih lagi sudah melewati PSU diharapkan tahap terakhir pemungutan suara. “Makanya kami instruksikan Panwascam teliti, terutama yang selisih satu atau dua suara itu kan rawan sekali. Kami pastikan supaya itu tidak terjadi,” ujarnya, Senin (15/7).
Sejauh ini, prosesnya sudah lancar dan tidak ada masalah. Terutama masalah angka antara yang dipegang saksi dan pengawas, maupun PPK harus sama dengan yang disebutkan. Mengantisipasi jika ada peserta yang tidak puas dengan hasil atau ada laporan kecurangan. Secara kewajiban Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menolak laporan.
“Laporannya kami terima, masalahnya apakah ditindaklanjuti atau tidak akan melihat materi laporannya. Sampai hari ini laporan belum ada, karena memang pada saat pencoblosan beberapa hal kita temukan langsung diselesaikan di TPS. Terutama jangan membesar dulu, jadi harus diselesaikan di TPS,” ungkapnya.
Ia mencontohkan ada laporan pemilih yang memaksa memilih, calon sementara bukan merupakan pemilih Tarakan Tengah. Namun setelah diberikan penjelasan, disampaikan seusai KTP sudah berubah alamat. Sehingga meski masuk dalam DPT, hak pilihnya di Tarakan Tengah tidak dapat diakomodir.
Ditemukan juga nama tidak ada dalam DPT maupun DPK pada 14 Februari lalu, maka tidak bisa mencoblos di PSU meski memiliki KTP Tarakan Tengah. “Ada yang tetap memaksa, belum sempat ditangani aparat tetapi diselesaikan di tingkat PPS dan PPK. Kami beri penjelasan dan bisa menerima. Saya kurang percaya kalau alasannya tidak tahu, tapi kita langsung cegah. Ini sudah sangat menyalahi dan fatal akibatnya,” tegasnya.
Namun jika ada laporan masyarakat terkait pelanggaran, Bawaslu harus menindaklanjuti secara de jure. Dengan fakta bukti terlampir, sedangkan pengakuan tidak bisa dijadikan alat bukti. Jadi harus lengkap syarat formil materilnya. Selanjutnya akan ditindaklanjuti sesuai prosedur yang ada.
“Misalkan nama pelapor siapa, dibuktikan dengan KTP. Harus WNI, pemilih, tempat kejadian dimana, kronologis bagaimana dan apa saja buktinya. Kalau tidak lengkap kami kembalikan ke pelapor diberi waktu 2 hari untuk dilengkapi. Selanjutnya dilakukan pleno dengan melihat bukti dan arah laporannya kemana. Kami pastikan dengan benar pelaksanaannya sesuai aturan. Jangan sampai ada PSU di dalam PSU,” harapnya.
Potensi PSU didalam PSU juga sebenarnya masih memungkinkan, dengan melihat apa yang menjadi pelanggarannya. Jika masih prosedural yang masih bisa dimaafkan, seperti misalnya terdaftar DPT di TPS 12, tapi memilih di TPS 11. Secara prosedural salah, tapi tidak salah juga karena masih dalam satu Dapil.
Pengecekan dilakukan di TPS tempat awalnya terdaftar. Setelah ditelusuri, lalu koordinasi dengan KPU dan benar terdaftar di TPS 12. Alasannya mencoblos di TPS terdekatnya tidak cukup waktu jika mencoblos di TPS tempatnya terdaftar.
“Kalau lewat jam 12 kan tidak bisa diterima, karena sudah terlambat. Kalau secara logika sederhana tidak mengubah apa-apa karena surat suara juga tetap sama (Dapil 1 Tarakan Tengah). Ini sebenarnya masuk kejadian khusus bukan pelanggaran, itu temuan dari teman PPS dan PKD,” ungkapnya. (kn-2)